Life on Sport Education....

Selasa, 15 Februari 2011

Komponen Tes Kebugaran Jasmani

Kali ini saya akan posting mengenai komponen kebugaran jasmani. Postingan ini merupakan jawaban atas SMS dari teman saya yang menanyakan akan komponen kebugaran jasmani. Baiklah ada 10 poin yang merupakan komponen kebugaran jasmani, yaitu:

1. Kekuatan
Strength, Kemempuan dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja

2. Daya tahan
Endurance, Kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem jantung, paru-paru, dan peredaran darahnya secara efektif dan efisien untuk menjalankan kerja secara terus menerus

3.Daya Otot
Muscular Power, Kemampuan seseorang dalam mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu sependek-pendeknya

4.Kecepatan
Speed, Kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dengan waktu sesingkat-singkatnya.

5.Daya lentur
Flexibility, Efektifitas seseorang dalam menyesuaikan diri untuk segala aktifitas dengan penguluran tubuh yang luas

6.Kelincahan
Agility, Kemampuan seseorang mengubah posisi di area tertentu.

7.Koordinasi
Coordination, Kemampuan seseorang mengintegrasikan berbagai gerakan yang berbeda kedalam pola gerakan tunggal secara efektif.

8.Keseimbangan
Balance, Kemampuan seseorang mengendalikan organ-organ syaraf otot.

9.Ketepatan
Accuracy, Kemampuan seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran.

10.Reaksi
Reaction, Kemampuan seseorang untuk segera bertindak secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang ditimbulkan lewat indera

Alasan Wanita Jatuh Cinta

apa saja yang bisa membuat wanita terpikat hatinya?

1. Bad boys

Studi tahun 2009 yang dilakukan oleh Peter Jonason dari New Mexico State University, menemukan pria yang tergolong bad boys cenderung membuat wanita tergila-gila. Pria-pria ini juga lebih sering menjadi playboy, tapi tetap saja memikat lebih banyak wanita dibanding pria "baik-baik".

Ketertarikan wanita pada pria bad boys ini ditemukan pada lebih dari 35.000 orang di 50 budaya. Para ahli mengatakan, sifat ini adalah peninggalan manusia gua sebagai salah satu strategi untuk mendapatkan pasangan. Pria "nakal" ini dianggap memiliki material genetik lebih unggul.

2. Alasan materi

Sebuah studi tahun 2007 menyebutkan, pria yang romantis biasanya lebih royal menghadiahi pasangannya. Hobi seorang pria untuk bersikap royal pada kekasihnya ini juga dianggap sebagai isyarat pria tersebut mampu menyediakan kebutuhan keluarganya kelak.

3. Pandai komunikasi

Bagi nenek moyang kita, kemampuan berkomunikasi dan bergaul merupakan modal untuk bertahan hidup dalam kelompok. Pada masa kini, pria yang enak diajak ngobrol lebih disukai karena wanita pada dasarnya wanita suka menceritakan aktivitasnya kepada orang lain.

Karena itu, pria yang bisa mengimbangi kesukaan wanita berbicara ini dianggap bisa memahami isi hati. Jangan takut jika Anda termasuk pria pendiam karena pada dasarnya wanita butuh untuk didengarkan. Satu hal lagi, wanita juga tidak menyukai pria yang gemar menceritakan kehebatannya sendiri.

4. Berwajah maskulin

Ketertarikan wanita pada wajah lawan jenisnya ternyata dipengaruhi oleh siklus menstruasinya. Ketika ia berada di masa subur, mereka lebih melirik pria berwajah maskulin dengan garis wajah yang tegas. Namun ketika mencari pasangan jangka panjang, mereka justru mencari pria berwajah lembut karena dianggap punya pola asuh yang lebih baik untuk anak-anak.

5. Pintar

Dalam sebuah penelitian terhadap anggota situs kencan, terungkap bahwa pria lebih memilih nama-nama wanita yang dianggap berwajah cantik dan bertubuh bagus. Sementara para wanita lebih suka menerima kontak pria yang namanya dianggap mewakili karateristik pintar.

6. Bau tubuh

Bau tubuh alami seorang pria sangat penting untuk wanita. Beberapa penelitian menemukan, wanita yang mengonsumsi pil kontrasepsi lebih tertarik pada pria yang bau tubuhnya sama sekali berbeda dengan bau tubuh wanita.

7. Wajah simetris

Mereka yang memiliki wajah simetris sebenarnya lebih menarik bagi lawan jenisnya. Sebuah studi bahkan menyebutkan, wanita lebih sering orgasme ketika berhubungan seks dengan pria berwajah simetris.
Sumber : askmen

Cinta Sejati Ala Rasullulloh Saw.

“Islam teaches the inherent sinlessness of man. It teaches that man and woman have come from the same essence, possess the same soul and have been equipped with equal capabilities for intellectual, spiritual and moral attainments”. (Sir Charles Archibald Hamilton dalam buku The Super Leader Super Manager Syafii Antonio)

Aku merasakan sentuhan yang sangat mengharukan ketika shalat di Masjid Nabawi. Terbayang bagaimana Rasulullah SAW menjadi imam, para sahabat (Abu Bakar as Shiddiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Hamzah sayyid al syuhada, Salman al Farizi, Abbas ibn Abdul Muthalib, Al Hakam ibn Sa’id, Ubay ibn Ka’ab, Zaid ibn Haritsah, Mu’awiyah ibn Abi Sufyan, Zaid ibn Tsabit, Abu Lubabah. Begitu juga serasa ada para ummul mu’minin (kecuali Khadijah binti Khuwailid yang telah wafat) Saudah binti Zam’ah, Aisyah binti Abu Bakar, Zainab binti Huzaimah, Juwairiyah binti Haris, Sofiyah binti Hay bin Akhtab, Hindun binti Abi Umaiyah, Ramlah binti Abu Sufyan, Hafsah binti Umar bin Khatab, Zainab binti Jahsy, Maimunah binti Haris. Ya … terasa di hati ini suasana syahdu saat putri-putri beliau hadir di sini Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Subhanallah … mereka adalah pejuang sejati, penegak kalimat tauhid, rela berkorban harta, raga, bahkan jiwa.

Dua kali aku berada di raudah ‘taman surga’, seperti ucap Nabi SAW : “Antara kamarku dan mimbarku adalah taman (raudah) dari taman-taman surga. Dan mimbarku di atas kolam.” (Shahih Bukhari no. 1888). Alhamdulillah aku dapat shalat dua rakaat dengan tenang dan nyaman. Pada kesempatan lain aku berkeliling masjid sampai makam Rasulullah SAW. Kubah hijau menandai rumah Aisyah ra yang kini menjadi makam, di sanalah Muhammad SAW wafat dan dikuburkan.

Betapa sederhana dan bersahaja kehidupan beliau, namun betapa tinggi kecintaan beliau kepada umatnya. “Umati … umati … umati …” begitulah pesan terakhir Rasulullah SAW menjelang wafatnya. Airmata ini tak terasa deras mengalir membasahi pipi.

Bila salah mohon dimaafkan Ya Allah … Aku memperoleh kesan mendalam tentang Nabi SAW. Kitab Syama’il an Nubuwwah karya Abu Isa at Tirmizi menggambarkan sosok manusia yang paling baik budi pekertinya.

Teladan Rasulullah SAW tercermin dalam kebaikan rohani, kemuliaan jiwa, kesucian hati, keserhanaan tingkah laku, kebersihan, dan kehalusan rasa. Sifatnya lemah lembut tapi kesatria, ramah tetapi serius, dan otaknya cerdas. Alam pikirannya luas sehingga mampu mempengaruhi baik kepada orang pandai maupun orang yang tidak berpengetahuan. Senyumnya memikat, sabar terhadap bawahan, rela menjenguk orang sakit sekalipun memusuhinya, memenuhi undangan orang miskin sekalipun. Tak segan menjahit sendiri pakaiannya, memerah susu kambing, dan menolong pekerjaan rumah. Muhammad SAW menyayangi orang miskin, mencintai anak-anak, dan menghormati perempuan.

Senin, 14 Februari 2011

apa itu Penjas???

1..Pengertian

Pendidikan jasmani merupakan suatu proses seseorang sebagai individu maupun anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan, kecerdasan, dan pembentukan watak

Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional2. Tujuan Pendidikan Jasmani

1.Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih

2.Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik

3. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar

4.Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan

5.Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis

6.Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan

7. Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.

3.Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani

1.Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya

2. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya

3. Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya

4. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya

5.Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya

6.Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung

7.Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek.
4. Gerak sebagai kebutuhan anak

Dunia anak-anak adalah dunia yang segar, baru, dan senantiasa indah, dipenuhi keajaiban dan keriangan. Demikian Rachel Carson dalam sebuah ungkapannya. Namun demikian, menurut Carson, adalah kemalangan bagi kebanyakan kita bahwa dunia yang cemerlang itu terenggut muram dan bahkan hilang sebelum kita dewasa.

Dunia anak-anak memang menakjubkan, mengandung aneka ragam pengalaman yang mencengangkan, dilengkapi berbagai kesempatan untuk memperoleh pembinaan . Bila guru masuk ke dalam dunia itu, ia dapat membantu anak-anak untuk mengembangkan pengetahuannya, mengasah kepekaan rasa hatinya serta memperkaya keterampilannya.

Bermain adalah dunia anak. Sambil bermain mereka belajar. Dalam hal belajar, anak-anak adalah ahlinya. Segala macam dipelajarinya, dari menggerakkan anggota tubuhnya hingga mengenali berbagai benda di lingkungan sekitarn

5.Perbedaan Makna Pendidikan Jasmani Dan Pendidikan Olahraga

Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini adalah : “Apakah pendidikan jasmani?” Pertanyaan yang cukup aneh ini justru dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut.

Hal tersebut mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalam kurikulum 1984, menjadi pelajaran “pendidikan jasmani dan kesehatan” (penjaskes) dalam kurikulum1994.

Perubahan nama tersebut tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang menjelaskan makna dan tujuan kedua istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar guru menganggap bahwa perubahan nama itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan filosofis dari kedua istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbeda pula. Pertanyaannya, apa bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan jasmani ?

Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ? Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial.

Karena itu, seluruh adegan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga tadi lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang interaksi murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama

Minggu, 13 Februari 2011

PENGERTIAN DAN HUBUNGAN ANTARA TES, PENGUKURAN, DAN EVALUASI

PENGERTIAN DAN HUBUNGAN ANTARA TES, PENGUKURAN, DAN EVALUASI

Tes, Pengukuran, dan Evaluasi merupakan tiga istilah yang berbeda namun saling berhubungan. Banyak orang tidak mengetahui secara jelas perbedaan dan hubungan di antara ketiganya, sehingga istilah tersebut sering tidak tepat penggunaannya. Agar jelas berikut ini akan diuraikan perbedaan dan hubungan antara tes, pengukuran, dan evaluasi.
Tes adalah instrumen atau alat yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang individu atau objek. Sebagai alat pengumpul informasi atau data, tes harus dirancang secara khusus. Kekhususan tes terlihat dari bentuk soal tes yang digunakan, jenis pertanyaan, rumusan pertanyaan yang diberikan, dan pola jawabannya harus dirancang menurut kriteia yang telah ditetapkan. Demikian juga waktu yang disediakan untuk menjawab pertanyaan serta pengadministrasian tes juga dirancang secara khusus. Selain itu aspek yang diteskanpun terbatas. Biasanya meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Kekhususan-kekhususan tersebut berbeda antara satu tes dengan tes yang lain. Tes ini dapat berupa pertanyaan tertulis, wawancara, pengamatan tentang unjuk kerja fisik, checklist, dan lain-lain.
Pengukuran adalah proses pengumpulan data atau informasi yang dilakukan secara objektif. Melalui kegiatan pengukuran segala program yang menyangkut perkembangan dalam bidang apa saja dapat dikontrol dan dievaluasi. Hasil pengukuran berupa kuantifikasi dari jarak, waktu, jumlah, dan ukuran dsb. Hasil dari pengukuran dinyatakan dalam bentuk angka yang dapat diolah secara statistik.
Evaluasi selalu dilaksanakan dengan merujuk kepada tujuan yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan. Evaluasi merupakan proses pemberian pertimbangan atau makna mengenai nilai dan arti dari sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu yang dipertimbangkan tersebut dapat berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau suatu kesatuan tertentu.
Dengan kata lain evaluasi adalah proses penentuan nilai atau harga dari data yang terkumpul. Pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti tidak dapat dilakukan secara sembarangan, oleh karenanya evaluasi harus dilakukan berdasar prinsip-prinsip tertentu.
Setelah kita mengetahui perbedaan tentang tes, pengukuran, dan evaluasi kita dapat mengetahui hubungan di antara ketiganya.
Dengan demikian tes dan pengukuran adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Tetapi tidak demikian halnya antara pengukuran dan evaluasi.. Pengukuran menyediakan sarana yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan, tes adalah alat atau instrunem yang digunakan untuk mengumpulkan informasi. Evaluasi adalah proses memberikan nilai atau harga dari data yang terkumpul. Melalui pengukuran data kuantitatif diproses dan dinilai hingga menjadi nilai yang bersifat kualitatif. Data yang terkumpul digunakan sebagai bahan informasi untuk mengambil keputusan (apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai?, apakah anak didik memperoleh kemajuan yang berarti? dsb).
Evaluasi harus merupakan kegiatan yang harus dilakukan terus menerus dari setiap program, karena tanpa evaluasi sulit untuk mengetahui jika, kapan, dimana, dan bagaimana perubahan-perubahan akan dibuat.
Evaluasi tidak hanya terbatas dalam menggambarkan pengertian untuk menggambarkan status seseorang dibandingkan dengan anggota kelompok lainnya. Tetapi yang lebih penting, evaluasi dilaksanakan dalam rangka menggambarkan kemajuan yang dicapai oleh seseorang. Karena itu evaluasi harus dipahami sebagai bagian yang integral dari penyelenggaraan sebuah program, yang selalu berawal dari pemahaman terhadap siswa.
Tujuan Pengukuran dan Evaluasi
Pengukuran dan evaluasi dalam bidang pendidikan pada umumnya dan keolahragaan khususnya mempunyai peranan yang sangat penting. Pengukuran dan evaluasi tersebut bertujuan untuk: (1) pengelompokkan, (2) penilaian (3) motivasi (4) penelitian. Penentuan ini dapat digunakan untuk menentukan tingkat, membebaskan peserta dari suatu kesatuan pelajaran, menaikkan peserta dari suatu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi, memberikan umpan balik untuk memperbaiki unjuk kerja, menempatkan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok tertentu atau menentukan suatu bentuk latihan yang khusus. Pada pokoknya, penentuan status mencakup semua tujuan-tujuan lain pengukuran dan evaluasi.
1. Pengelompokkan.
Salah satu tujuan pengukuran dan evaluasi adalah untuk pengelompokan. Pengelompokkan ini dapat berdasarkan tingkat ketrampilan, umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan, minat. Sebagai upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran, guru dapat menempatkan siswanya ke dalam kelompok-kelompok tertentu, sesuai dengan tingkat kemampuannya. Siswa dengan kemampuan yang tinggi tidak harus dipaksa bertahan dengan teman sekelompoknya yang berkemampuan kurang, demikian juga sebaliknya. Dengan dilakukannya pengukuran dan evaluasi siswa dapat dikelompokkan pada kelompok yang tepat.
Jika siswa ditempatkan dalam kelompok yang setara tingkat ketrampilannya, guru dapat menyusun program pelajaran secara individual. Keuntungan lain yang diperoleh dari pengelompokkan ini adalah siswa dapat berani, lebih lancar, lebih aktif ketika berlatih, karena mereka bersaing dengan siswa lain yang berkemampuan setara. Dengan kata lain, tujuan penempatan siswa ke dalam kelompok yang setara adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran.


2. Penilaian
Tujuan utama dari penilaian ini adalah memberikan informasi tentang kemajuan yang dicapai dari proses pembelajaran yang dikerjakan dan posisi siswa di dalam kelompoknya. Dengan mempertimbangkan seluruh faktor, penilaian harus dilakukan secara objektif sehingga dapat mencerminkan kemajuan yang diperoleh, dan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
3. Motivasi
Motivasi merupakan kekuatan yang memandu seseorang untuk mencapai hasil yang tertinggi. Apabila dilaksanakan secara tepat, evaluasi dapat merupakan proses memotivasi yang positif. Demikian pula sebaliknya, bila dilakukan secara sembarangan evaluasi dapat mengurangi motivasi.
Motivasi yang terbesar adalah keberhasilan. Agar supaya siswa tetap memiliki motivasi, mereka harus mengetahui bahwa dirinya berkembang kemampuannya. Tes-tes ketrampilan olahraga memungkinkan siswa untuk berkompetisi dengan dirinya sendiri sebagai cara untuk mengukur kemajuannya.
4. Penelitian.
Penelitian adalah penyelidikan yang dilakukan secara sistematis untuk meningkatkan ilmu pengetahuan. Mutu data yang dikumpulkan bergantung pada antara lain: ketelitian dan ketepatan alat ukur, teknik pengukuran, dan kelayakan tes.
Dengan menggunakan tes unjuk kerja fisik dalam penelitian, dapat membantu guru/pelatih dalam menyusun program latihan yang tepat, membantu memecahkan masalah-masalah dalam proses pembelajaran, dan memperbaiki program latihan yang telah dijalankan. Dengan demikian penelitian dapat dianggap sebagai sarana. Dengan penelitian tumbuh pengetahuan yang dapat dikembangkan. Pengetahuan bergantung pada informasi yang tepat dan seksama atau data yang dikumpulkan melalui prosedur pengukuran yang direncanakan dengan hati-hati. Informasi dari data yang dikumpulkan untuk tujuan-tujuan penelitian harus dievaluasi akan keberartiannya. Jadi suatu tujuan yang penting dari pengukuran dan evaluasi adalah menyediakan sarana-sarana yang diperlukan untuk mengadakan penelitian.







Ranah (Domain) yang diukur
Dalam pendidikan jasmani atau lingkup olahraga, pengukuran dilakukan pada ranah:
1. Pengukuran ranah kognitf
Pengukuran pada ranah ini dilakukan untuk mengukur pengetahuan yang dimiliki sehubungan dengan teknik, peraturan, dan stretegi-strategi olahraga, konsep sehubungan dengan pengembangan dan cara mempertahankan kesegaran jasmani, cara pencegahan cedera, dll.
2.Pengukuran ranah afektif
Pengukuran pada ranah ini mengukur minat, perhatian, sikap, perasaan, dan nilai dalam hubungannya dengan aktivitas fisik yang bermakna. Selain itu juga mengukur sifat agresif, ketagihan berkatih, dan kecemasan dalam menghadapi kompetisi.
3. Pengukuran ranah psikomotor
Pengukuran dalam ranah ini mengukur keterampilan motorik, perkembangan motorik, dan kesegaran jasmani Pada umumnya tes psikomotor meliputi dua hal: produk performa motorik (kecepatan, kekuatan, keajegan servis, dll) dan proses pelaksanaan performa pola yang digunakan untuk melakukan servis badminton misalnya.
Teknik Pengukuran
Data hasil pengukuran dapat diperoleh melalui berbagai teknik tes dan non tes. Teknik-teknik tersebut ada menghasilkan data numerik (angka) yang bersifat kuantitatif yang dapat dianalisis secara statistik, ada pula yang menghasilkan data kualitatif. Secara ringkas teknik-teknik pengukuran tersebut dapat dipelajari pada gambar 1.3a dan 1.3b. Dalam buku ini hanya akan sedikit diuraikan beberapa teknik pengukuran. Secara lebih jelas, dapat dipelajari dalam buku Evaluasi dalam Penjas/Olahraga
Tes Tindakan atau Kinerja Motorik
Pada umumnya, tes tindakan atau kinerja motorik selalu disertai petunjuk pelaksanaan tes. Pengguna tes harus benar-benar mengikuti petunjuk pelaksanaan tes yang telah ada. Produk dari kinerja motorik misalnya kemampuan gerak dasar, keterampilan basket, service tennis, vertical power jump, dll.
Skala Rating, Checklist
Skala, checklist digunakan untuk mengungkap minat, sikap, tingkah laku, kebiasaan, perkembangan, atau kematangan tingkah laku.
Tes Tulis
Teknik pengukuran ini memerlukan jawaban tertulis dari testi. Terdapat dua jenis tes tulis, yakni tes objektif dan esai (uraian).
Tes objektif mengandung pertanyaan-pertanyaan yang sudah terstruktur dengan sempurna. Peserta tes tidak perlu melahirkan ide, dan tidak dituntut adanya kemampuan mengorganisasikan jawaban. Pada umumnya, tes bentuk objektif telah menyiapkan jawaban-jawaban untuk dipilih. Peserta tes hanya perlu mengenal jawaban yang dianggap benar.
Pada umumnya tes bentuk esai (uraian) berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengandung permasalahan, dan memerlukan pembahasan, uraian, atau penjelasan sebagai jawabannya. Ciri khas tes ini adalah siswa bebas memberikan jawabannya. Siswa bebas memilih pendekatan yang dianggap tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang ditanyakan, menyusun dan mengorganisasikan jawabannya sendiri, serta memberikan penekanan-penekanan terhadap aspek jawaban. Oleh sebab itu tes bentuk esai memberikan peluang bagi peserta tes untuk menyatakan, melahirkan, dan mengintegrasikan ide-idenya. Yang perlu diperhatikan dalam penyusunan butir-butir soal bentuk ini adalah perumusan masalah yang dikemukakan. Rumusan tujuan hendaknya sangat jelas sehingga setiap peserta tes dapat menangkap masalah yang dikemukakan tepat seperti yang dimaksud oleh penyusun tes. Untuk maksud tersebut, dalam merumuskan tujuan biasanya digunakan kalimat-kalimat yang dapat memperjelas masalah yang dikemukakan.
Kuisioner dan Wawancara
Dengan alat ukur ini tester dapar memperoleh informasi atau data secara langsung dari individu mengenai status saat ini parihal kelakuan, keyakinan, sikap, minat, dll. Kuisioner terdiri atas rangkaian pertanyaan dalam bentuk tertulis yang harus dijawab oleh responden. Apabila rangkaian pertanyaan tersebut disampaikan secara lisan, dan menuntut jawaban secara lisan, dinamakan wawancara.
Prinsip-prinsip Pengukuran dan Evaluasi.
Yang dimaksud dengan prinsip di sini adalah panduan atau tuntunan dalam melakukan kegiatan pengukuran dan evaluasi agar tercapai fungsi yang diharapkan. Untuk menetapkan dan melaksanakan suatu program evaluasi yang berhasil, kita harus mengetahui beberapa prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Suatu program pengukuran dan evaluasi harus selaras dengan landasan falsafah pendidikan dan kebijakan lembaga pendidikan yang bersangkutan.Hal ini penting untuk mencegah terjdinya konflik dan bermanfaat untuk memperlancar dukungan serta kerjasama baik di antara guru pendidikan jasmani maupun antara guru dengan pimpinan.
2. Pengukuran harus dilakukan berdasar tujuan program dan dilaksanakan dalam rangka pengembangan atau penyempurnaan tujuan. Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai harus jelas, demikian juga pentahapannya harus sesuai dengan hukum pertumbuhan dan perkembangan anak. Evaluasi merupakan alat untuk mengendalikan program agar tepat sasarannya.
3. Testing adalah bagian dari pengukuran, dan pengukuran merupakan bagian dari evaluasi. Testing bertujuan untuk menyediakan informasi yang akan digunakan untuk keperluan evaluasi.
4. Hasil testing harus ditafsirkan dalam konteks perkembangan individu secara menyeluruh yang mencakup aspek fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral. Prinsip ini berhubungan dengan pemilihan alat ukur atau tes yang akan digunakan, pembatasan ruang lingkup untuk setiap tingkatan kelas atau jenjang pendidikan.
5. Testing dalam pendidikan jasmani dan kesehatan berawal dari anggapan dasar bahwa semua atribut pada seseorang dapat dites dan diukur. Selain dimensi fisik atau ketrampilan, kemampuan kognitif yang menyangkut pengetahuan atau pemecahan masalah, dan dimensi afektif yang menyangkut sifat kepribadian, semuanya pada dasarnya dapat diukur atau dites. Namun atribut yang dites itu hanya berupa cuplikan atau sample yang dianggap dapat mewakili sifat yang dimaksud secara keseluruhan. Dalam pendidikan jasmani dan kesehatan, kita tidak pernah memperoleh skor absolut karena selalu ada galat atau penyimpangan dari skor yang sebenarnya. Dengan kata lain, skor yang diperoleh adalah skor yang sebenarnya bitambah dengan penyimpangannya.
6. Kemampuan awal siswa harus diketahui untuk selanjutnya dibandingkan dengan hasil tes dalam kesempatan berikutnya. Selisih antara tes awal dan tes akhir menunjukkan perubahan dalam bentuk skor perolehan, atau paparan deskriptif.
7. Mutu tes atau alat ukur harus diperhatikan karena akan mempengaruhi mutu data yang diperoleh. Mutu evaluasi bergantung pada mutu data, dan mutu data bergantung pada mutu tes atau alat ukur. Oleh karenanya tes yang dipilih harus valid, reliabel. Tentang kriteria memilih tes akan dipaparkan pada bab 2.
Tipe-tipe Evaluasi
1. Evaluasi Formatif dan Sumatif
Berdasar saat pelaksanaan dan kegunannya, evaluasi dapat dibedakan menjadi evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk menyempurnakan program dan memantau kemajuan siswa. Evaluasi ini dilakukan di sela-sela program yang sedang berlangsung, dengan tujuan agar hasilnya dapat digunakan untuk menyempurnakan program. Pelaksanaan tes secara periodik dan dilakukan beberapa kali, seperti tes mingguan, bulanan.
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan pada akhir suatu program, misalnya akhir catur wulan, akhir semester. Nilai yang diperoleh pada evaluasi sumatif biasanya dilaporkan dalam bentuk rapor, sementara hasilnya dinyatakan dalam bentuk nilai tertentu atau dalam bentuk laporan secara deskriptif.
2. Evaluasi produk dan Evaluasi Proses
Berdasar atas tujuan-tujuan khusus program, kita dapat menekankan perhatian kita pada produk yang dihasilkan dari unjuk kerja fisik, proses yang menghasilkan produk, atau keduanya. Misalnya, dalam evaluasi produk, menentukan urutan hasil akhir dalam perlombaan lari 10 Km hanya memerlukan catatan waktu seorang pelari yang diperlukan untuk menempuh jarak perlombaan. Apabila nita menaruh minat untuk memperbaiki gaya lari para pelari, maka kita perlu menganalisa proses terjadinya gerak lari, termasuk aspek-aspek seperti penempatan kaki pelari, ayunan lengan, panjang langkah, kecondongan tubuh dan sebagainya. Hal ini merupakan evaluasi proses. Untuk sebagian besar aktivitas, kita menaruh perhatian terhadap keduanya baik evaluasi produk maupun proses. Beberapa aktivitas misalnya senam, lebih banyak memberi kemungkinan untuk evaluasi proses daripada evaluasi produk. Apakah kita memilih untuk mengevaluasi produk atau proses atau keduanya dari suatu unjuk kerja, maka hal tersebut akan menentukan jenis tes yang akan kita pilih atau susun.
3. Evaluasi Acuan Patokan dan Acuan Norma
Guru, merasa perlu untuk menafsirkan arti informasi atau data yang hasil pengetesan. Misalnya pada sebuah kelas yang terdiri atas 40 orang siswa. Siswa A memperoleh nilai 25 dalam tes kesegaran jasmani untuk butir tes push-up. Apa arti nilai 25 tersebut?
Apabila yang diterapkan evaluasi acuan norma, maka yang digunakan sebagai kriteria adalah norma kelompok. Misalnya kemampuan rata-rata 40 siswa dalam push-up adalah 20 kali, maka berdasarkan rata-rata tersebut kemampuan siswa A dapat ditafsirkan. Ini berarti, jika dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya kemampuan siswa A berada di atas rata-rata.
Evaluasi acuan patokan menggunakan patokan baku sebagai rujukannya. Misalnya seorang Dosen menetapkan bahwa agar dapat lulus pada nomer lari 100 meter, seorang mahasiswa harus dapat menempuhnya dalam waktu tidak lebih dari 13,5 detik. Penetapan Patokan sering menimbulkan masalah, terutama tentang batas patokan. Untuk menetapkan batas patokan harus dipertimbangkan derajad penguasaan dikaitkan dengan pertumbuhan dan perkembangan siswa.
Kedua pendekatan di atas, masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Penggunaan evaluasi acuan norma memberikan peluang kepada siswa untuk berhasil, namun sebaliknya dapat menimbulkan dampak yang negatif, karena siswa dipersaingkan di dalam kelompoknya. Siswa yang memang lemah kemampuanyya, akan selalu berada di posisi yang rendah dan tidak pernah mengalami sukses.
Evaluasi acuan patokan lebih unggul dalam hal pemaparan penguasaan materi, karena siswa dituntut untuk dapat memiliki kemampuan dengan tingkat tertentu. Kelemahannya adalah patokan yang digunakan bergantung pada pertimbangan guru yang bersangkutan.

Manfaat Minum Air

Manfaat Minum Air
Mengingat pentingnya air, maka anjuran yang diberikan adalah agar kita meminum air sedikitnya 8 gelas sehari atau sekitar dua hingga dua setengah liter air. Berikut adalah beberapa manfaat air bagi tubuh:
• Membuat tubuh lebih sehat
Apabila asupan air mencukupi, hal ini dapat membantu agar distribusi nutrisi ke seluruh tubuh menjadi lancar sehingga semua sel dalam tubuh dapat memperbaiki diri dengan nutrisi tersebut. Dengan minum air sesuai anjuran juga akan meringankan kerja ginjal dan hati sehingga dapat membantu kita terhindar dari penyakit ginjal dan hati.
• Memperlancar pencernaan
Minum air membantu pembuangan racun hasil metabolisme lebih lancar. Ini akan membantu kita terhindar dari penyakit pada pencernaan seperti sakit maag dan sembelit.
• Menambah kecantikan alami
Kekurangan air akan membuat kulit kita terlihat kering dan berkerut. Air akan membantu menjaga kulit agar tetap kenyal sehingga terlihat awet muda dan cantik alami.
• Membuat langsing
Air dapat menurunkan berat badan. Mengapa? Karena air tidak berkalori, bebas lemak, bebas kolesterol, dan rendah natrium.Selain itu, air membantu tubuh menguraikan lemak yang tersimpan.

Bagi yang sedang berdiet, air dapat menjadi teman yang tidak boleh dilupakan. Dengan meminum air hangat sebelum makan, akan membantu kita merasa kenyang sehingga akan mengurangi selera makan dan mengurangi porsi makan kita. Minum air juga tidak akan membuat gemuk karena air tidak mengandung kalori, gula dan lemak.
• Meningkatkan kesuburan
Untuk Anda yang sedang merencanakan kehamilan, ternyata air dapat membantu meningkatkan kesuburan karena akan merangsang produksi hormon testoteron pada pria dan hormon estrogen pada wanita.

Air Minum
Cara Agar Anda Sering Minum Air
Selalu bawa persediaan air minum, misalnya sebotol air.
Setelah makan, jangan lupa minum segelas air.
Minum air sebelum, selama dan setelah berolahraga atau melakukan kegiatan yang berat.
Pilihlah minum air saat beristirahat ketimbang minum kopi, soft drink dan minuman manis lainnya.

Mengingat pentingnya air, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana memilih air minum yang sehat. Bila air minum tidak bersih bisa menyebabkan diare atau penyakit lainnya. Sedangkan saat ini ada berbagai jenis air minum yang ditawarkan seperti air tanah, air dari Perusahaan Air Minum (PAM), Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), air mineral dan air heksagonal. Apa saja perbedaan dari masing-masing jenis air tersebut?
• Air tanah
Bagi penduduk di pedesaan air minum dapat diambil dari air tanah yang diambil dari sumur atau sungai. Tetapi, perlu diwaspadai bila sumber air tersebut berada di kawasan industri atau lokasi pembuangan sampah. Sedangkan di kota-kota besar, misalnya Jakarta, air tanah tidak lagi layak untuk dikonsumsi, karena banyak mengandung bakteri Eschericia coli (E-coli), kandungan besi (Fe) dan Mangan (Mn) serta kadar keasaman (pH) yang melebihi kriteria air minum sehat. Ini disebabkan karena banyaknya polutan yang dihasilkan manusia sehingga merusak air tanah.
• Air PAM
Untuk dapat menghasilkan air yang baik, Perusahaan Air Minum (PAM) sebenarnya memiliki teknologi yang sesuai dengan pengolahan air minum, tetapi ini juga dipengaruhi oleh kualitas dari air yang dijadikan sebagai bahan baku apakah air tersebut tercemar atau tidak.
• Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
Adalah air yang diolah dengan teknologi khusus seperti teknologi sterilisasi kemudian dikemas dalam botol plastik atau wadah lainnya. Izin untuk perusahaan ini biasanya baru akan dikeluarkan bila hasil uji laboratorium baik. Agar mendapat air minum yang baik, perusahaan perlu selalu melakukan kontrol terhadap hasil air minum dan merawat peralatan produksinya dengan baik.
• Air Mineral
Adalah air yang diperoleh dari sumbernya, umumnya dari pegunungan dan langsung dikemas sehingga terdapat mineral di dalamnya dengan kadar tertentu yang diperbolehkan.
• Air heksagonal
Air jenis ini memiliki rangkaian molekul yang terstruktur, berbentuk segi enam sehingga disebut heksagonal. Air jenis ini lebih mudah diserap tubuh, lebih cepat menghantar nutrisi untuk seluruh tubuh, membuang racun sisa metabolisme, serta akan mengoptimalkan metabolisme tubuh.

Secara alami, air ini terdapat dalam sumur air zamzam di Mekah, di pegunungan Alpen, Swiss, dan di Lourdes, Perancis. Selain secara alami, air heksagonal dapat dibuat dengan menggunakan mineral-mineral alami yang dapat membantu pembentukan struktur heksagonal dalam air. Suhu saat pembentukan juga harus diperhatikan karena dapat menyebabkan struktur tersebut menjadi terurai sehingga menjadi air biasa.

Air heksagonal umumnya dijual dalam kemasan, tetapi minuman seperti ini dipercaya lebih menyehatkan untuk tubuh juga dapat mencegah penuaan. Dengan meminum air heksagonal dianggap dapat meningkatkan vitalitas, memperlambat proses penuaan dan mencegah penyakit. Hanya saja, air jenis ini umumnya lebih mahal dibandingkan jenis lainnya.
Sekarang, Anda dapat menentukan mana air minum yang layak diminum. Segera tolak apabila air berwarna, keruh atau berbau. Sedangkan bila membeli air yang dikemas, perhatikan segel tidak terbuka atau bocor.

Berapa Banyak yang Harus Diminum?
Tanpa mengkonsumsi air secara cukup, tubuh dapat mudah terserang penyakit. Maka, jangan lupa untuk mengkonsumsinya minimal 8 gelas setiap hari atau sekitar minimal dua liter air. Setiap hari, sekitar dua liter air terbuang melalui kulit, paru-paru, usus, dan ginjal.
Air yang hilang ini harus diganti agar kita tidak mengalami dehidrasi. Jika Anda kekurangan air atau mengalami dehidrasi, maka beberapa tanda seperti sakit kepala, lelah, pegal, air seni yang pekat, tidak tahan terhadap panas, serta mulut dan mata yang kering akan terjadi pada tubuh Anda.
Berapa banyak air yang harus diminum setiap hari? Bagi orang yang sehat membutuhkan minimal dua sampai dua setengah liter air sehari. Jika Anda berolahraga, maka Anda akan membutuhkan lebih banyak air. Demikian juga jika Anda tinggal di iklim panas. Bagi mereka yang mengalami obesitas, perlu minum segelas air ekstra untuk setiap kelebihan 10 kilogram dari berat badan ideal. Namun, sebaliknya bagi beberapa penderita penyakit tertentu seperti gagal jantung atau gangguan fungsi ginjal, maka beberapa dokter menyarankan untuk tidak terlalu banyak minum air. Ini pun harus dengan rekomendasi dokter ahli.
Jangan gantikan air dengan cairan lain seperti jus buah. Meski membuat tubuh sehat, jus buah mengandung kalori. Demikian juga, minuman yang mengandung gula dan susu, juga akan membuat tubuh membutuhkan banyak air untuk mencernanya. Apalagi jika Anda minum banyak minuman beralkohol atau minuman berkafein seperti kopi dan teh. Minuman-minuman ini memiliki sifat diuretik yaitu senyawa yang meningkatkan aliran seni, sehingga kita perlu minum lebih banyak air guna mengganti apa yang dikeluarkan.
Karena itu, jangan minum air ketika Anda sudah merasa haus. Ketika Anda merasa haus, maka Anda mungkin sudah mengalami dehidrasi. Karena itu, minumlah minimal 8 gelas sehari atau 2 hingga 2,5 liter per hari demi kesehatan Anda. Minumlah segelas air sekarang juga.

Konsep Dasar Penjas SMA

KATA PENGANTAR


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 10 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, Pasal 11 Ayat (1) juga menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah menjadi semakin besar. Lahirnya kedua undang-undang tersebut menandai sistem baru dalam penyelenggaraan pendidikan dari sistem yang cenderung sentralistik menjadi lebih desentralistik.

Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.

Untuk itu, banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) atau silabusnya dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi dan Standar Kompentensi Lulusan yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2006.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan:
• Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi (Pasal 6 Ayat 6).
• Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasar¬kan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertangungjawab terhadap pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal 17 Ayat 2).
• Perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20).
Berdasarkan ketentuan di atas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang seluas-luasnya untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelengaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondisi siswa. Untuk keperluan di atas, perlu adanya panduan pengembangan Silabus dan Rencana Pengembangan Pembelajaran (RPP) untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami kesulitan.

Pendidikan Jasmani merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perceptual, kognitif, dan emosional, dalam kerangka sistem Pendidikan Nasional.

Dalam pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran di kelas, guru harus berpedoman pada Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terencana, terprogram, dan berkesinambungan. Dalam kesempatan ini, kami menyajikan “Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Pendidikan Jasman, Olahraga dan Kesehatan” yang disesuaikan dengan buku Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan SMA/MA terbitan PT. Erlangga.

Diharapkan dengan disusunnya Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan ini dapat membantu Guru Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan dalam melakukan Kegiatan Pembelajaran di kelas, sehingga proses Pembelajaran menjadi lebih terarah dan lebih baik, yang pada gilirannya dapat mencapai tujuan Pendidikan Nasional.


Bandung, Desember 2007




Penyusun






KONSEP DASAR PENDIDIKAN JASMANI




A. HAKEKAT PENDIDIKAN JASMANI
Upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia terus menerus dilakukan. Upaya itu mengejewantah dalam berbagai kegiatan dan program, dari mulai upaya meningkatkan mutu guru yang menjadi ujung tombak di sekolah-sekolah dalam proses pembelajaran, hingga perubahan kurikulum seperti yang saat ini sedang dilakukan pemerintah melalui perubahan Kurikulum Nasional Tahun 2004 kepada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Perubahan Kurikulum memang bukan satu-satunya solusi dalam menangani permasalahan mutu, tetapi hanya salah satu faktor yang mendorong perubahan yang sifatnya mendasar, termasuk mendorong perubahan paradigma yang membelenggu semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan, termasuk guru. Bahkan, dalam kondisi saat ini, perubahan kurikulum saja diasumsikan tidak akan membantu banyak dalam upaya perubahan mutu tersebut, karena guru sendiri belum melihat kurikulum dari perspektif yang benar. Mereka masih melihat kurikulum sebagai “buku resep masakan” yang sudah jadi, tinggal mengumpulkan bahan yang disebutkan dalam Silabus dan melakukannya persis seperti yang diminta, seperti sudah dipraktekkan selama ini.
Ketika kurikulum yang saat ini hendak diberlakukan (KTSP) bersifat berbeda dalam kemudahannya untuk digunakan sebagai resep, karena mereka harus menentukan resep masakannya sendiri dalam bentuk Silabi, maka kebingungan dan salah kaprahpun merebak, di samping nama kurikulum berbasis kompetensi pun memang masih sangat kurang familiar di telinga para guru. Bahkan para ahli pun hingga sekarang belum secara kompak sepakat kata dalam menentukan “kompetensi” dari setiap mata pelajaran.
Ambil contoh dalam matapelajaran pendidikan jasmani, yang hingga saat ini masing-masing penetapan butir kompetensinya masih simpang siur, sesuai selera dan kepekaan masing-masing, terutama karena berangkat dari kaca mata sendiri-sendiri. Pada tahap awal, perbedaan pandangan tersebut harus diminimalisir dengan adanya sebuah pedoman dalam penyusunan silabus, bahkan jika mungkin sampai pada petunjuk pelaksanaan pembelajaran dan sistem evaluasinya.
Hal ini dipandang penting agar guru mampu keluar dari belenggu pemikiran gaya lama, dan pada saatnya mereka akan memiliki kemampuan untuk menyusun silabusnya sendiri serta secara tepat merumuskan materi ajar dan pengalaman pembelajaran bagi siswanya.
Materi ini adalah Pedoman Penyusunan Pembelajaran untuk Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani di SMA/MA, yang disusun dengan maksud untuk memandu pemahaman guru dalam menerjemahkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan versi Penulis Buku Penjasorkes SMA/MA PT. Erlangga yang disusun bersamaan dengan keluarnya buku panduan ini.
Kompetensi untuk Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan versi Penulis PT. Erlangga tersebut disusun secara proaktif menanggapi belum menyebarnya informasi tentang pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang disusun oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas dan BNSP.
Istilah “Pendidikan” merupakan kata yang tidak asing lagi untuk hampir setiap orang. Namun demikian, istilah ini lebih sering diartikan secara berbeda dari masa ke masa, termasuk oleh ahli yang berbeda pula. Seseorang mungkin menerjemahkan pendidikan sebagai sebuah proses latihan. Orang lain mungkin menerjemahkannya sebagai sejumlah pengalaman yang memungkinkan seseorang mendapatkan pemahaman dan pengetahuan baru yang lebih baik. Atau mungkin pula diterjemahkan secara sederhana sebagai pertumbuhan dan perkembangan.
John Dewey, seorang pendidik yang mempunyai andil besar dalam dunia pendidikan, mendefinisikan pendidikan sebagai “rekonstruksi aneka pengalaman dan peristiwa yang dialami dalam kehidupan individu sehingga segala sesuatu yang baru menjadi lebih terarah dan bermakna. Definisi ini mengandung arti bahwa seseorang berpikir dan memberi makna pada pengalaman-pengalaman yang dilaluinya.
Lebih jauh definisi tersebut mengandung arti bahwa pendidikan seseorang terdiri dari segala sesuatu yang ia lakukan dari mulai lahir sampai ia mati. Kata kuncinya adalah melakukan atau mengerjakan. Seseorang belajar dengan cara melakukan. Pendidikan dapat terjadi di perpustakaan, kelas, tempat bermain, lapangan olahraga, di perjalanan, atau di rumah.
Morse (1964) membedakan pengertian pendidikan ke dalam istilah pendidikan liberal (liberal education) dan pendidikan umum (general education). Ia mengatakan bahwa pendidikan liberal lebih berorientasi pada bidang studi dan menekankan penguasaan materinya (subject centered). Tujuan utamanya adalah penguasaan materi pembelajaran secara mendalam dan bahkan jika mungkin sampai tuntas. Pemikiran pendidikan seperti ini sudah tidak bisa lagi diterapkan dalam konteks pendidikan jasmani sekarang ini, dan oleh karena itu, pengertian pendidikan seperti ini dipandang bersifat tradisional.
Sementara itu, pendidikan modern lebih bersifat memperhatikan pelakunya dari pada bidang studi atau materinya. Tujuan utamanya adalah mencapai perkembangan individu secara menyeluruh sambil tetap memperhatikan perkembangan perilaku intelektual dan sosial individu sebagai produk dari belajarnya (child centered).
Pendidikan pada jaman sekarang lebih banyak menekankan pada pengembangan individu secara total. Kebanyakan sekolah sekarang ini menganut filsafat modern. Setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Pembelajaran secara individual pada dasarnya merupakan pembelajaran untuk semua siswa, termasuk program untuk siswa yang mempunyai kelambanan dalam perkembangannya, mengalami gangguan emosional, dan siswa yang memiliki cacat fisik atau mental. Setiap siswa diberi kebebasan untuk memilih materi pembelajaran yang diinginkannya dan memperoleh pelatihan dari bidang kejuruan yang berbeda-beda.
Dengan kata lain pendidikan pada jaman sekarang ini lebih menekankan pada pengembangan individu secara utuh. Pengajar tidak hanya memperhatikan perolehan akademisnya akan tetapi juga kemampuan bicara, koordinasi, dan keterampilan sosialnya. Para guru mencoba membantu setiap individu untuk belajar memecahkan masalah-masalah baik emosional maupun fisikal yang dihadapi oleh setiap siswa.
Para guru mungkin sering menemukan atau mendengar pengertian Pendidikan Jasmani dari berbagai sumber. Beberapa pengertian Pendidikan Jasmani yang diperoleh tersebut disusun dalam redaksi yang beragam. Apabila kita cermati lebih jauh, maka keragaman tersebut pada umumnya sama seperti pandangan terhadap pendidikan di atas.
1. Pandangan Tradisional
Pandangan pertama, atau juga sering disebut pandangan tradisional, menganggap bahwa manusia itu terdiri dari dua komponen utama yang dapat dipilah-pilah, yaitu jasmani dan rohani (dikhotomi). Pandangan ini menganggap bahwa Pendidikan Jasmani hanya semata-mata mendidik jasmani atau sebagai pelengkap, penyeimbang, atau penyelaras pendidikan rohani manusia. Dengan kata lain Pendidikan Jasmani hanya sebagai pelengkap saja.
Di Amerika Serikat, pandangan dikotomi ini muncul pada akhir abad 19 atau antara tahun 1885 - 1900. Pada saat itu, Pendidikan Jasmani di pengaruhi oleh system Eropa, seperti: Sistem Jerman dan Sistem Swedia, yang lebih menekankan pada perkembangan aspek fisik (fitnes), kehalusan gerak, dan karakter siswa, dengan gimnastik sebagai medianya.
Pada saat itu, Pendidikan Jasmani lebih berperan sebagai “medicine” (obat) daripada sebagai pendidikan. Oleh karena itu, para pengajar Pendidikan Jasmani lebih banyak dibekali latar belakang akademis kedokteran dasar (medicine). Pandangan Pendidikan Jasmani berdasarkan pandangan dikhotomi manusia ini secara empirik menimbulkan salah kaprah dalam merumuskan tujuan, program pelaksanaan, dan penilaian pendidikan. Kenyataan menunjukkan bahwa pelaksanaan Pendidikan Jasmani ini cenderung mengarah kepada upaya memperkuat badan, memperhebat keterampilan fisik, atau kemampuan jasmaniahnya saja. Selain dari itu, sering juga pelaksanaan Pendidikan Jasmani ini justru mengabaikan kepentingan jasmani itu sendiri, hingga akhirnya mendorong timbulnya pandangan modern.


2. Pandangan Modern
Pandangan modern, atau sering juga disebut pandangan holistik, menganggap bahwa manusia bukan sesuatu yang terdiri dari bagian-bagian yang terpilah-pilah. Manusia adalah kesatuan dari berbagai bagian yang terpadu. Oleh karena itu Pendidikan Jasmani tidak hanya berorientasi pada jasmani saja atau hanya untuk kepentingan satu komponen saja.
Di Amerika Serikat, pandangan holistik ini awalnya dipelopori oleh Wood dan selanjutnya oleh Hetherington pada tahun 1910. Pada saat itu Pendidikan Jasmani dipengaruhi oleh “progressive education”. Doktrine utama dari progressive education ini menyatakan bahwa semua pendidikan harus memberi kontribusiterhadap perkembangan anak secara menyeluruh, dan pendidikan jasmani mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perkembangan tersebut. Pada periode ini Pendidikan Jasmani diartikan sebagai pendidikan melalui aktivitas jasmani (education through physical).
Pandangan holistik ini, pada awalnya kurang banyak memasukkan aktivitas sport karena pengaruh pandangan sebelumnya, yaitu pada akhir abad 19, yang menganggap sport tidak sesuai di sekolah-sekolah. Namun tidak bisa dipungkiri sport terus tumbuh dan berkembang menjadi aktivitas fisik yang merupakan bagian integral dari kehidupan manusia.
Sport menjadi populer, siswa menyenanginya, dan ingin mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi di sekolah-sekolah hingga para pendidik seolah-olah ditekan untuk menerima sport dalam kurikulum di sekolah-sekolah karena mengandung nilai-nilai pendidikan. Hingga akhirnya Pendidikan Jasmani juga berubah, yang tadinya lebih menekankan pada gimnastik dan fitness menjadi lebih merata pada seluruh aktivitas fisik termasuk olahraga, bermain, rekreasi atau aktifitas lain dalam lingkup aktivitas fisik.

3. Pandangan Indonesia
Di Indonesia, salah satu contoh definisi Pendidikan Jasmani yang didasarkan pada pandangan holistik ini dikemukakan oleh Jawatan Pendidikan Jasmani (sekarang sudah dibubarkan) yang dirumuskan tahun 1960, sebagai berikut, Pendidikan Jasmani adalah pendidikan yang mengaktualisasikan potensi-potensi aktivitas manusia berupa sikap, tindak , dan karya yang diberi bentuk, isi, dan arah menuju kebulatan pribadi sesuai dengan cita-cita kemanusiaan.
Definisi yang relatif sama, juga dikemukakan oleh Pangrazi dan Dauer (1992) sebagai berikut, Pendidikan Jasmani merupakan bagian dari program pendidikan umum yang memberi kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh. Pendidikan Jasmani didefinisikan sebagai pendidikan gerak dan pendidikan melalui gerak, dan harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan definisi tersebut.

Definisi Pendidikan Jasmani dari pandangan holistik ini cukup banyak mendapat dukungan dari para ahli Pendidikan Jasmani lainnya. Misalnya, Siedentop (1990), mengemukakan, Pendidikan Jasmani modern yang lebih menekankan pada pendidikan melalui aktivitas jasmani didasarkan pada anggapan bahwa jiwa dan raga merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Pandangan ini memandang kehidupan sebagai totalitas.
Wall dan Murray (1994), mengemukakan hal serupa dari sudut pandang yang lebih spesifik, masa anak-anak adalah masa yang sangat kompleks, dimana pikiran, perasaan, dan tindakannya selalu berubah-ubah. Oleh karena sifat anak-anak yang selalu dinamis pada saat mereka tumbuh dan berkembang, maka perubahan satu element sering kali mempengaruhi perubahan pada eleman lainnya. Oleh karena itulah, adalah anak secara keseluruhan yang harus kita didik, tidak hanya mendidik jasmani atau tubuhnya saja.
Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa Pendidikan Jasmani pada dasarnya merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani untuk mencapai perkembangan individu secara menyeluruh. Namun demikian, perolehan keterampilan dan perkembangan lain yang bersifat jasmaniah itu juga sekaligus sebagai tujuan.
Melalui Pendidikan Jasmani, siswa disosialisasikan ke dalam aktivitas jasmani termasuk keterampilan berolahraga. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila banyak yang meyakini dan mengatakan bahwa Pendidikan Jasmani merupakan bagian dari pendidikan menyeluruh, dan sekaligus memiliki potensi yang strategis untuk mendidik.


B. RASIONAL
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang diajarkan di sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat.
Pendidikan memiliki sasaran pedagogis, oleh karena itu pendidikan kurang lengkap tanpa adanya pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alami berkembang searah dengan perkembangan zaman.
Selama ini telah terjadi kecenderungan dalam memberikan makna mutu pendidikan yang hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan kognitif. Pandangan ini telah membawa akibat terabaikannya aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni, psikomotor, serta life skill. Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan akan memberikan peluang untuk menyempurnakan kurikulum yang komprehensif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.

C. TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN JASMANI
1. Tujuan Pendidikan Jasmani
Mata pelajaran Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
a. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih
b. Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik.
c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar
d. Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan
e. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis
f. Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan
g. Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.
2. Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di SMA/MA
Ruang lingkup mata pelajaran Pendiidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
a. Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya.
b. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya.
c. Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya.
d. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya.
e. Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya.
f. Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung.
g. Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek.

3. Fungsi Pendidikan Jasmani
a. Aspek Organik
1) Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan untuk pengembangan keterampilan.
2) Meningkatkan kekuatan otot, yaitu jumlah tenaga maksimum yang dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot.
3) Meningkatkan daya tahan otot, yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk menekan kerja dalam waktu yang lama.
4) Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk melakukan aktivitas yang berat secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama.
5) Meningkatkan fleksibilitas, yaitu: rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi cidera.

b. Aspek Neuromuskuler
1) Meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot.
2) Mengembangkan gerak dasar lokomotor, seperti: berjalan, berlari, melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, menderap/mencongklang, berguling, menarik.
3) Mengembangkan gerak dasar non-lokomotor, seperti: mengayun, melengok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung, membongkok.
4) Mengembangkan gerak dasar manipulatif, seperti: memukul, menendang, menangkap, menghentikan, melempar, mengubah arah, memantulkan, menggulirkan, memvoli.
5) Mengembangkan komponen fisik, seperti: kekuatan, daya tahan, kelentukan, kecepatan, keseimbangan, ketepatan, power.
6) Mengembangkan kemampuan kinestetik seperti: rasa gerak, irama, waktu reaksi dan koordinasi.
7) Mengembangkan potensi diri melalui aktivitas jasmani dan olahraga, seperti: sepakbola, softball, bolavoli, bolabasket, bolatangan, baseball, atletik, tennis, tennis meja, beladiri dan lain sebagainya.
8) Mengembangkan aktivitas jasmani di alam bebas melalui berbagai kegiatan, seperti: menjelajah, mendaki, berkemah, dan lainnya.
c. Aspek Perseptual
1) Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan isyarat.
2) Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat atau ruang, yaitu kemampuan mengenali objek yang berada di depan, belakang, bawah, sebelah kanan, atau di sebelah kiri dari dirinya.
3) Mengembangkan koordinasi gerak visual, yaitu: kemampuan mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak yang melibatkan tangan, tubuh, dan atau kaki.
4) Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis dan dinamis), yaitu: kemampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis.
5) Mengembangkan dominasi (dominancy), yaitu: konsistensi dalam menggunakan tangan atau kaki kanan/kiri dalam melempar atau menendang.
6) Mengembangkan lateralitas (laterility), yaitu: kemampuan membedakan antara sisi kanan atau kiri tubuh dan diantara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri.

d. Aspek Kognitif
1) Mengembangkan kemampuan menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan dan mengambil keputusan.
2) Meningkatkan pengetahuan tentang peraturan permainan, keselamatan, dan etika.
3) Mengembangkan kemampuan penggunaan taktik dan strategi dalam aktivitas yang terorganisasi.
4) Meningkatkan pemahaman bagaimana fungsi tubuh dan hubungannya dengan aktivitas jasmani.
5) Menghargai kinerja tubuh, penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya.

e. Aspek Sosial
1) Menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan dimana berada.
2) Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam kelompok.
3) Belajar berkomunikasi dengan orang lain.
4) Mengembangkan kemampuan bertukar pikiran dan mengevaluasi ide dalam kelompok.
5) Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat.
6) Mengembangkan rasa memiliki dan tanggungjawab di masyarakat.
7) Menggunakan waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat.

f. Aspek Emosional
1) Mengembangkan respon positif terhadap aktivitas jasmani.
2) Mengembangkan reaksi yang positif sebagai penonton.
3) Melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat.
4) Memberikan saluran untuk mengekpresikan diri dan kreativitas.

g. Aspek Rehabilitasi
1) Terapi dan koreksi terhadap kelainan sikap tubuh.
2) Rehabilitasi terhadap cacat fisik dan penyakit fisik yang bersifat sementara.
3) Mengkoordinasikan berbagai hambatan melalui aktivitas jasmani.


D. MATERI PENDIDIKAN JASMANI
Struktur materi Pendidikan Jasmani dikembangkan dengan menggunakan model kurikulum kebugaran jasmani dan pendidikan olahraga (Jewtt, Ennis, & Bain, 1995). Asumsi yang digunakan kedua model ini adalah untukl menciptakan gaya hidup sehat dan aktif, dengan demikian manusia perlu memahami hakikat kebugaran jasmani dengan menggunakan konsep latihan yang benar.
Olahraga merupakan bentuk lanjut dari bermain dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan keseharian manusia. Untuk dapat berolahraga secara benar, manusia perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Pendidikan Jasmani diyakini dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk : (1) Berpartisipasi secara teratur dalam kegiatan olahraga, (2) pemahaman dan penerapan konsep yang benar tentang aktivitas-aktivitas tersebut agar dapat melakukannya dengan aman, (3) pemahaman dan penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam aktivitas-aktivitas tersebut agar terbentuk sikap dan perilaku sportif dan positif, emosi stabil, dan gaya hidup sehat.
Struktur materi Pendidikan Jasmani dari TK sampai SMA dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Materi untuk TK sampai SD/MI kelas 3 SD meliputi kesadaran akan tubuh dan gerakan, kecakapan gerak dasar, gerakan ritmik, permainan, akuatik (olahraga di air/bila memungkinkan), senam, kebugaran jasmani dan pembentukan sikap dan perilaku.
2. Materi pembelajaran untuk SD/MI kelas 4 sampai 6 adalah aktivitas pembentukan tubuh, permainan dan modifikasi olahraga, kecakapan hidup di alam bebas, dan kecakapan hidup personal (kebugaran jasmani serta pembentukan sikap dan perilaku).
3. Materi pembelajaran untuk kelas 7 dan 8 SMP meliputi: teknik/keterampilan dasar permainan dan olahraga, senam, aktivitas ritmik, akuatik, kecakapan hidup di alam terbuka, dan kecakapan hidup personal (kebugaran jasmani serta pembentukan sikap dan perilaku).
4. Materi pembelajaran kelas 9 SMP sampai kelas 12 SMA/MA adalah teknik permainan dan olahraga, uji diri/senam, aktivitas ritmik, akuatik, kecakapan hidup di alam terbuka dan kecakapan hidup personal (kebugaran jasmani serta pembentukan sikap dan perilaku).

Berikut disajikan Struktur Materi Pendidikan Jasmani menurut, Wuest dan Lombardo, (1994: 65)





















































E. STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI
Gabbard, LeBlanc dan Lovy (1994) menyatakan bahwa strategi pembelajaran merujuk pada suatu proses mengatur lingkungan belajar. Setiap strategi merupakan gabungan beberapa variable. Variabel yang penting dalam strategi pembelajaran adalah metode penyampaian bahan ajar, pola organisasi yang digunakan guru untuk menyampaikan materi, dan bentuk komunikasi yang dipergunakan. Secara rinci strategi pembelajaran seperti yang dikemukakan di atas dapat diuraikan satu-persatu sebagai berikut.
1. Metode Pembelajaran (Teaching Method)
Menurut Griffin, Mitcheil, dan Oslin (1997); Joyce, Well dan Showers (1992); Magill (1993); Mosston dan Ashworth (1994); Singer dan Dick (1980); metode pembelajaran yang sering digunakan dalam pengajaran aktivitas jasmani sebanyak tujuh katagori. Ketujuh kategori metode tersebut dirinci sebagai berikut.
a. Pendekatan pengetahuan-keterampilan (knowledge-skill approach) yang memiliki dua metode, yaitu metode ceramah (lecture) dan latihan (drill).
b. Pendekatan sosialisasi (socialization approach) yang berdasarkan pandangan bahwa proses pendidikan harus diarahkan untuk selain meningkatkan keterampilan pribadi dan berkarya, juga keterampilan berinteraksi sosial dan hubungan manusiawi. Pendekatan ini memiliki kelompok metode the social family, the information processing family, the personal family, the havioral system family, dan the professional skills.
c. Pendekatan personalisasi yang berlandaskan atas pemikiran bahwa aktivitas jasmani dapat dipergunakan sebagai media untuk mengembangkan kualitas pribadi, metodenya adalah movement education (problem solving techniques).
d. Pendekatan belajar (learning approach) yang berupaya untuk mempengaruhi kompetensi dan proses belajar anak dengan metode terprogram (programmed instruction), computer assisted instruction (CAI), dan metode kreativitas dan pemecahan masalah (creativity and problem solving).
e. Pendekatan motor learning yang mengajarkan aktivitas jasmani berdasarkan klasifikasi keterampilan dan teori proses informasi yang diterima. Metode yang dikembangkan berdasarkan pendekatan ini adalah part-whole methods, dan modelling (demonstration).
f. Spektrum gaya mengajar yang dikembangkan oleh Muska Mosston. Spektrum dikembangkan berdasarkan pemikiran bahwa pembelajaran merupakan interaksi antara guru-siswa dan pelaksanaan pembagian tanggungjawab. Metode yang ada dalam spectrum berjumlah sebelas, yaitu: (1) komando/command, (2) latihan/practice, (3) resiprokal/reciprocal, (4) uji mandiri/self check, (5) inklusi/inclusion, (6) penemuan terbimbing/guded discovery, (7) penemuan tunggal/convergen discovery, (8) penemuan beragam/divergent production, (9) program individu/individual program, (10) inisiasi siswa/learner initiated, dan (11) pengajaran mandiri/self teaching.
g. Pendekatan taktis permainan (tactical games approaches). Pendekatan yang dikembangkan oleh Universitas Lougborough untuk mengajarkan permainan agar anak memahami manfaat teknik permainan tertentu dengan cara mengenal situasi permainan tertentu terlebih dahulu kepada anak.

2. Pola Organisasi (Organizational Pattern)
Menurut Gabbard, LeBlanc dan Lovy (1994) pola organisasi digunakan untuk mengelompokkan siswa aktivitas jasmani agar metode yang diinginkan dapat dipergunakan. Pola dasar organisasi adalah kelas (classical), kelompok (group) dua atau lebih, dan individu (individual).
Pengajaran kelas menempatkan siswa dalam kelompok besar dan mereka mendapatkan informasi secara klasikal. Guru menyampaikan materi kepada seluruh peserta pada suatu waktu tertentu. Siswa bekerja sebagai satu kesatuan, biasanya dalam bentuk kelompok, untuk menanggapi materi yang disampaikan.
Pengajaran kelompok atau perorangan membagi kelas menjadi beberapa unit (kelompok atau individu) sehingga beberapa kegiatan dapat dikerjakan pada satu satuan waktu tertentu. Penggunaan stasion atau pusat-pusat belajar (learning centers) merupakan bentuk yang populer dan bermanfaat untuk mengakomodasi pola ini. Selain itu, ada beberapa bentuk formasi yang dapat digunakan, yaitu: berjajar, melingkar, setengah lingkaran, dan bergerombol.

3. Bentuk Komunikasi (Communication Mede)
Menurut Gabbard, LeBlanc dan Lovy (1994) bentuk komunikasi adalah bentuk interaksi yang dipilih guru untuk menyampaikan pesan. Pada umumnya, bentuk komunikasi adalah verbal, written, visual, auditory, dan gabungannya. Komunikasi verbal adalah komunikasi lisan melalui kontak pribadi, biasanya antara guru dan siswa dan bentuk ini sering dipergunakan. Komunikasi auditori dipresentasikan dengan menggunakan hasil rekaman atau pita kaset yang menyampaikan gaya presentasi yang dipilih.
Bentuk komunikasi tertulis (written) dan visual merupakan jenis komunikasi yang efektif dan memberikan motivasi yang tinggi dalam proses pembelajaran. Kertas tugas, kartu tugas, poster dapat digunakan secara efektif dalam organisasi kelompok atau individu.
F. MANAJEMEN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI
Guru perlu membedakan antara kegiatan pengajaran dan manajemen kelas. Kegiatan pengajaran meliputi: (1) mendiagnosa kebutuhan kelas, (2) merencanakan dan mempresentasikan informasi, (3) membuat pertanyaan, (4) mengevaluasi kemajuan. Kegiatan manajemen kelas terdiri dari (1) menciptakan dan memelihara kondisi kelas, (2) memberi pujian terhadap perilaku yang baik, dan (3) mengembangkan hubungan guru dengan siswa.
Keterampilan manajemen kelas merupakan hal yang penting dalam pengajaran yang baik. Praktik menajemen kelas yang baik yang dilaksanakan oleh guru akan menghasilkan perkembangan keterampilan-keterampilan manajemen diri siswa yang baik pula. Ketika siswa telaha belajar untuk mengatur diri lebih baik, guru akan lebih mudah berkonsentrasi untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran.
Teknik manajemen kelas harus diupayakan agar tidak mengganggu aspek pembelajaran dalam pelajaran. Bila direncanakan dengan baik, pembelajaran akan bergerak dengan cepat dan lancer dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Manajemen kelas yang efektif akan dapat terwujud dengan melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menetapkan aturan kelas
Salah satu bagian penting dalam manajemen kelas adalah penetapan aturan kelas. Siswa adalah insane yang memiliki kebiasaan. Aturan kelas mencakup bagaimana pelajaran dimulai, apa tanda yang dipakai untuk mengumpulkan perhatian siswa, apa yang diharapkan saat siswa mendengarkan dan mengikuti perintah, bekerjasama, saat menggunakan ruangan untuk kegiatan tertentu, dan penggunaan yang lainnya. Aturan perilaku tetap ini harus diketahui oleh siswa pada awal pertemuan.
2. Memulai kegiatan tepat waktu
Pemberian suatu tanda mulai segera dilakukan bila kegiatan sudah siap untuk dilaksanakan. Banyak waktu akan terbuang bila aturan ini tidak ditetapkan. Aba-aba untuk melaksanakan kegiatan jangan sampai membingungkan siswa. Contohnya, jan gan memberikan perintah dengan tanda-tanda yang mirip untuk dua kegiatan yang berbeda.
3. Mengatur pelajaran
Guru harus tetap menjaga kegiatan tetap berlangsung dan tidak terganggu oleh kegiatan yang tak terduga. Pergantian antartopik harus dilakukan oleh guru secara cermat dan penuh kesadaran. Guru perlu memaksimalkan kesempatan keikutsertaan setiap siswa dalam proses pembelajaran. Guru perlu memaksimalkan penggunaan peralatan dan mengorganisasikan kelompok agar siswa sebanyak mungkin bergerak aktif sepanjang pelajaran. Bila peralatan yang ada terbatas jumlahnya, gunakan pendekatan stasion/learning centers, dan modifikasi aktivitas.
4. Mengelompokkan siswa
Guru perlu mengelompokkan siswa agar pembelajaran berlangsung secara efektif. Dengan pengelompokkan yang tepat siswa memiliki peluang melakukan aktivitas lebih banyak, bermain dengan jenjang kemampuan dan keterampilan yang seimbang.
5. Memanfaatkan ruang dan peralatan
Guru perlu merencanakan penjagaan dan pemanfaatan peralatan dan ruang secara efisien. Peralatan yang akan digunakan dalam pembelajaran harus dipersiapkan dengan baik. Selain hal di atas, siswa perlu dibiasakan untuk ikut bertanggungjawab terhadap peralatan yang dipergunakan dalam pembelajaran.
6. Mengakhiri pelajaran
Setiap pertemuan pelajaran di dalam maupun di luar kelas harus diakhiri tepat waktunya dan diupayakan memberikan kesan mendalam bagi siswa. Dengan kesan yang baik, setiap episode pelajaran akan menjadi lebih bermanfaat dan bermankna. Dengan demikian, siswa akan selalu mengingat kegiatan yang dilakukan, dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan.


G. KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
Peningkatan keterampilan gerak, kesegaran jasmani, pengetahuan, dan sikap positif terhadap Pendidikan Jasmani sangat ditentukan oleh sebuah kurikulum yang baik. Kurikulum itu sendiri nampaknya terlalu abstraks untuk didefinisikan secara tegas dan jelas sebab di dalam kurikulum tersebut termasuk segala sesuatu yang direncanakan dan diterapkan oleh para guru, baik secara implisit maupun eksplisit. Namun secara sederhana mungkin dapat dikatakan bahwa kurikulum pada dasarnya merupakan perencanaan dan program jangka panjang tentang berbagai pengalaman belajar, model, tujuan, materi, metode, sumber, dan evaluasi termasuk pula ‘apa’ dan ‘mengapa’ diajarkan.
Seperti halnya sistem tubuh manusia, semua bagian dari kurikulum harus terpadu dan bekerja terarah untuk membantu mengembangkan anak didiknya yang sedang belajar. Pembuat kurikulum sudah selayaknya bertanya, apakah program yang ada dalam kurikulum itu sudah valid? Apakah kurikulum tersebut sudah dapat meraih tujuan yang akan dicapainya? Contoh pertanyaan yang lebih spesifik: apakah dengan kurikulum itu siswa lulusannya sudah mempunyai berbagai keterampilan gerak dasar dan siap untuk belajar keterampilan yang lebih bersifat spesifik dan kompleks pada jenjang berikutnya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah barang tentu sangat untuk sulit dijawab dengan tegas, namun demikian pertanyaan tersebut paling tidak akan membantu para guru dalam menentukan arah program yang dibuatnya. Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat gambaran arah program Pendidikan Jasmani pada jenjang pendidikan SD/MI dikaitkan dengan beberapa karakteristik yang melandasinya, yang antara lain meliputi: asumsi dasar, pelaksanaan, dan keberhasilannya sehingga dengan demikian diharapkan kita dapat melihat berbagai isu dan alternatif pemecahannya.
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengemukakan yang dimaksud dengan Pendidikan Jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif setiap siswa.

1. Asumsi Dasar Program Pendidikan Jasmani
Asumsi dasar pada dasarnya adalah pijakan yang kokoh dan dapat dipertanggungjawabkan dalam menyelenggarakan sesuatu. Asumsi dasar program Penddikan Jasmani merupakan pijakan yang kokoh yang dapat dipertanggungjawabkan dalam membuat dan menyelenggarakan program penjas. Tiga asumsi dasar program Penddikan Jasmani meliputi:
a. Program Penddikan Jasmani dan program olahraga mempunyai tujuan yang berbeda
Pembuatan program olahraga terutama ditujukan untuk mereka yang betul-betul mempunyai keinginan atau tertarik untuk mengkhususkan diri pada salah satu atau beberapa cabang olahraga dan berkeinginan untuk memperbaiki kemampuannya agar dapat berkompetisi dengan orang yang lain yang mempunyai keinginan dan minat yang sama pula.
Sebaliknya, pembuatan program Penddikan Jasmani ditujukan untuk setiap anak didik (dari mulai anak yang berbakat sampai anak yang yang sangat kurang keterampilannya; dari mulai anak yang tertarik dan tidak tertarik sama sekali). Tujuan utama pembuatan program tersebut adalah menyediakan dan memberikan berbagai pengalaman gerak untuk membentuk fondasi gerak yang kokoh yang pada akhirnya diharapkan dapat mempengaruhi gaya hidupnya yang aktif dan sehat (active life style). Olahraga mungkin akan merupakan salah satu bagian dari program Penddikan Jasmani, akan tetapi bukan satu-satunya pilihan.



b. Anak-anak bukanlah ‘miniature’ orang dewasa
Kemampuan, kebutuhan, perhatian, dan minat anak-anak berbeda dari kemampuan, kebutuhan, minat, dan perhatian orang dewasa. Oleh karena itu, sudah barang tentu kurang cocok apabila pembelajaran dikonotasikan seperti menuangkan air dari gelas yang satu ke gelas yang lainnya. Para guru tidak cukup dengan memberikan program aktivitas jasmani atau olahraga untuk orang dewasa kepada anak-anak.
Demikian juga pengalaman latihan yang diperoleh para guru sewaktu kuliah belum tentu cocok diberikan kepada anak didiknya. Anak-anak membutuhkan program yang secara khusus dibuat sesuai dengan minat, kemampuan, dan kebutuhannya (Developmentally Appropriate Practice/DAP).

c. Anak-anak yang kita ajar sekarang tidak untuk dewasa sekarang
Para pendidik mempunyai tantangan yang cukup besar dalam mempersiapkan anak didik di masa yang akan datang, yang belum bisa didefinisikan dan dimengerti secara jelas. Atau paling tidak, dalam berbagai aspek, dunia nanti mungkin akan sangat berbeda dengan dunia yang ada sekarang. Program Penddikan Jasmani yang ada sekarang berusaha memperkenalkan anak didik pada dunia yang ada sekarang dan juga sekaligus mempersiapkan anak didik untuk hidup dalam dunia yang belum pasti di masa yang akan datang. Dengan kata lain program tersebut berusaha membantu siswa belajar bagaimana belajar (learning how to learn) dan membantu siswa menyenangi proses discovery dan eksplorasi tantangan-tantangan baru dan berbeda dalam domain fisik.
Aktivitas fisik dan olahraga di masa yang akan datang mungkin sangat berbeda dengan aktivitas fisik dan olahraga yang ada dan popular pada masa sekarang. Oleh karena itu program yang ada sekarang selayaknya mempersiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan gerak dasar yang sangat diperlukan untuk setiap aktivitas fisik, baik yang sedang popular pada masa sekarang maupun aktivitas fisik yang mungkin akan ditemukan di masa yang akan datang.
Penguasaan berbagai keterampilan gerak dasar oleh para siswa akan mendorong perkembangan dan perbaikan berbagai keterampilan fisik yang lebih kompeks, yang pada akhirnya akan membantu siswa memperoleh kepuasan dan kesenangan dalam melakukan aktivitas fisiknya.

2. Karakteristik Program Pendidikan Jasmani
Sehubungan dengan anggapan dasar tersebut di atas, maka program dan penyelenggaraan program Pendidikan Jasmani hendaknya mencerminkan anggapan dasar tersebut di atas. Dua pedoman yang seing digunakan untuk dapat mencerminkan anggapan dasar tersebut antara lain adalah “Developmentally Appropriate Practices” (DAP) dan “Instructionally Appropriate Practices” (IAP).
a. Developmentally Appropriate Practices (DAP)
Maksudnya adalah tugas ajar yang memperhatikan perubahan kemampuan anak dan tugas ajar yang dapat membantu mendorong perubahan tersebut. Dengan demikian tugas ajar tersebut harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik yang sedang belajar. Tugas ajar yang sesuai ini harus mampu mengakomodasi setiap perubahan dan perbedaan karakteristik setiap individu serta mendorongnya ke arah perubahan yang lebih baik.

b. Instructionally appropriate practices (IAP)
Maksudnya adalah tugas ajar yang diberikan diketahui merupakan cara-cara pembelajaran yang paling baik. Cara pembelajaran tersebut merupakan hasil penelitian atau pengalaman yang memadai yang memungkinkan semua anak didik memperoleh kesempatan dan keberhasilan belajar secara optimal. Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang karakteristik pembelajaran penjas tersebut, berikut ini dipaparkan komponen-komponen kurikulum yang harus dilihat kesesuaiannya.

3. Keberhasilan Program Pendidikan Jasmani
Untuk mengetahui apakah program pendekatan Pendidikan Jasmani yang kita gunakan tersebut cukup berhasil atau masih perlu disempurnakan, maka diperlukan suatu evaluasi. Untuk keperluan itu banyak kriteria yang dapat digunakan. Untuk itu, khususnya di Amerika, NASPE (National Association for Sport and Physical Education, 1992) telah menentukan “Physically Educated Person” sebagai salah satu kriterianya. Kriteria ini menjabarkan keberhasilan program Pendidikan Jasmani ke dalam 20 karakteristik yang diklasifikasikan ke dalam lima katagori dan merupakan penjabaran dari pencapaian tujuan jangka pendek (short term) dan jangka panjang (long term) dari program Pendidikan Jasmani di sekolah-sekolah. Untuk lebih jelasnya karakteristik seseorang yang terdidik jasmaninya tersebut adalah sebagai berikut:
a. Memiliki keterampilan-keterampilan yang penting untuk melakukan bermacam-macam kegiatan fisik antara lain:
(1) Bergerak dengan menggunakan konsep-konsep kesadaran tubuh, kesadaran ruang, usaha, dan hubungannya.
(2) Menunjukkan kemampuan dalam aneka ragam keterampilan manipulatif, lokomotor, dan non lokomotor.
(3) Menunjukkan kemampuan mengkombinasikan keterampilan manipulatif, locomotor dan non-locomotor baik yang dilakukan secara perorangan maupun dengan orang lain.
(4) Menunjukkan kemampuan pada aneka ragam bentuk aktivitas jasmani.
(5) Menunjukkan penguasaanpada beberapa bentuk aktivitas jasmani.
(6) Memiliki kemampuan tentang bagaimana caranya mempelajari keterampilan baru.

b. Bugar secara fisik
(1) Menilai, meningkatkan, dan mempertahankan kebugaran jasmaninya.
(2) Merancang program kesegaran jasmani sesuai dengan prinsip latihan tetapi tidak membahayakan.

c. Berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani
(1) Berpartisipasi dalam program pembinaan kesehatan melalui aktivitas jasmani minimal 3 x per minggu.
(2) Memilih dan secara teratur berpatisipasi dalam aktivitas jasmani pada kehidupan sehari-hariya.

d. Mengetahui akibat dan manfaat dari keterlibatan dalam aktivitas jasmani
(1) Mengidentifikasi manfaat, pengorbanan, dan kewajiban yang berkaitan dengan teraturnya partisipasi dalam aktivitas jasmani.
(2) Menyadari akan faktor resiko dan keselamatan yang berkaitan dengan teraturnya partispasi dalam aktivitas jasmnai.
(3) Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pengembangan keterampilan gerak.
(4) Memahami bahwa hakekat sehat tidak sekedar fisik yang bugar.
(5) Mengetahui aturan, strategi, dan perilaku yang harus dipenuhi pada aktivitas jasmani yang dipilih.
(6) Mengetahui bahwa partisipasi dalam aktivitas jasmani dapat memperoleh dan meningkatkan pemahaman terhadap budaya majemuk dan budaya internasional.
(7) Memahami bahwa aktivitas jasmani memberi peluang untuk mendapatkan kesenangan, menyatakan diri pribadi, dan berkomunikasi.

e. Menghargai aktivitas jasmani dan kontribusinya terhadap gaya hidup yang sehat
(1) Menghargai hubungan dengan orang lain yang diperoleh dari partisipasi dalam aktivitas jasmani.
(2) Hormat terhadap peraturan yang terdapat dalam aktivitas jasmani sebagai cara untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang hayat.
(3) Menikmati perasaan bahagia yang diperoleh dari partisipasi teratur dalam aktivitas jasmani.


H. ISU KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
Berdasarkan uraian di atas, secara teortis kita menyadari bahwa pembuatan dan pelaksanaan kurikulum Pendidikan Jasmani cenderung diarahkan dalam membantu anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan pendidikan. Namun demikian harapan tersebut tidak selalu dapat dengan mudah terwujud dalam pelaksanaannya.
Beberapa isu yang muncul dalam kurikulum Pendidikan Jasmani SMA/MA dapat kita telusuri berdasarkan beberapa sudut pandang sebagai berikut.

1. Isu Program
Isu program kurikulum SMA/MA dapat kita amati antara lain dari dua sisi, yaitu materi kurikulum dan distribusi alokasi waktunya. Walaupun tujuan Pendidikan Jasmani di SMA/MA sangat sesuai dengan tujuan pendidikan pada umumnya, namun seringkali para guru terlena oleh materi kurikulumnya. Materi kurikulum SMA/MA pada dasarnya merupakan berbagai gerak dasar, yang antara lain dapat diklasifikasikan ke dalam cabang olahraga atletik, permainan, senam, beladiri, dan olahraga tradisional. Kenyataan ini sering menggiring para guru:
a. Memaksakan diri mengajar olahraga yang untuk beberapa siswa mungkin belum saatnya karena persyaratan fisik dan koordinasinya belum memadai sehingga PBM kurang DAP.
b. Berpegang teguh bahwa penguasaan keterampilan olahraga merupakan tujuan utama dari Pendidikan Jasmani di SMA/MA.
c. Kurang memperhatikan tujuan yang bersifat afeksi seperti kesenangan dan keceriaan.
d. Kurang menyadari bahwa olahraga merupakan media untuk mencapai tujuan pendidikan pada umumnya.
e. Kurang memperhatikan aspek gerak dasar siswa yang bermanfaat bagi keterlibatannya dalam berbagai aktivitas sehari-hari untuk mengisi waktu luang dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas fisik di sekolah maupun di masyarakat dan pembentukan gaya hidup yang sehat.

Apabila dilihat dari distribusi alokasi waktunya yang hanya satu kali dalam satu minggu dengan lama 2 x 45 menit, kemungkinan besar tujuan yang berhubungan dengan pengembangan kesegaran jasmani tidak bisa tercapai. Program aktivitas untuk pengembangan kebugaran jasmani menuntut frekuensi 3 x dalam seminggu. Sementara itu perkembangan kesegaran jasmani siswa seringkali merupakan tujuan yang paling diharapkan tercapai dalam pendidikan jasmani. Untuk itu program kesegaran jasmani yang realistik untuk situasi seperti ini perlu dipertimbangkan.

2. Isu Proses Pembelajaran
Beberapa isu yang berhubungan dengan proses belajar mengajar dan perlu mendapat perhatian para pelaksana di lapangan antara lain adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan dan variasi aktivitas belajar yang diberikan cenderung miskin dalam hal pengembangan tujuan secara holistic dan cenderung didasarkan terutama pada minat, perhatian, kesenangan, dan latar belakang gurunya. Dengan kata lain, aktivitas belajar cenderung kurang didasarkan pada karakteristik anak didiknya, misal, terdiri dari sejumlah permainan olahraga untuk orang dewasa.
b. Aktivitas Pendidikan Jasmani yang diperoleh siswa cenderung terbatas. Siswa berpartisipasi pada permainan dan aktivitas yang jumlahnya relatif terbatas. Demikian juga kesempatan dan waktu aktif belajar untuk mengembangkan konsep dasar dan keterampilan gerakpun terbatas. Hasil penelitian Lutan dkk. (1992) mengungkapkan bahwa aktif belajar siswa SMA berkisar 1/3 dari seluruh alokasi Penjas.
c. Siswa diharuskan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas penjas, namun aktivitas tersebut kurang membantu siswa memahami dampaknya bagi peningkatan kebugaran jasmani dan gaya hidup sehatnya di masa yang akan datang.
d. Peranan unik dari Pendidikan Jasmani, yaitu belajar gerak dan belajar sambil bergerak, cenderung kurang dipahami oleh para pengajar dan kurang tercermin dalam pembelajaran.
e. Siswa kurang mendapat kesempatan untuk mengintegrasikan aktivitas Pendidikan Jasmani dengan pengalaman-pengalaman pendidikan pada bidang bidang lainnya.
f. Guru kurang mengembangkan aspek afektif karena kurang melibatkan aktivitas yang dapat mengembangkan keterampilan sosial, kerjasama, dan kesenangan siswa terhadap Pendidikan Jasmani.
g. Guru cenderung masih kurang memperhatikan kesempatan pemberian bantuan kepada siswa agar mengerti emosi-emosi yang dirasakannya pada waktu melakukan aktivitas Pendidikan Jasmani.
h. Siswa disuruh untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang terlalu mudah atau terlalu sukar yang dapat menyebabkan mereka bosan, frustrasi, atau melakukannya dengan salah.
i. Jumlah siswa dalam pelajaran penjas lebih dari jumlah siswa dalam kelas yang sebenarnya, misal, mengajar empat kelas sekaligus.
j. Siswa disuruh mengikuti pelajaran lain karena alasan-alasan lain atau sebagai hukuman atas perbuatannya dalam pelajaran Pendidikan Jasmani.
k. Proporsi jumlah waktu aktif belajar sangat terbatas sebab siswa harus menunggu giliran, memilih team, terbatasnya peralatan, atau karena permainan gugur yang pada umumnya siswa yang lamban yang gugur.

3. Isu Penilaian
Evaluasi merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan (integral) dari suatu proses belajar mengajar. Evaluasi berfungsi sebagai salah satu cara untuk memantau perkembangan belajar dan mengetahui seberapa jauh tujuan pengajaran dapat dicapai oleh siswa. Beberapa isu yang seringkali muncul daam pelaksanaan evaluasi antara lain adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan penilaian belum begitu nampak terintegrasi dalam sebuah proses belajar mengajar. Pengecekan terhadap pemahaman siswa dan pemberian umpan balik yang memadai dalam rangka meningkatkan penguasaan materi oleh siswa sebagai salah satu bentuk evaluasi, nampaknya belum merupakan bagian yang menyatu dalam sebuah proses belajar mengajar. Guru merasa dikejar-kejar oleh bahan yang harus tuntas pada pertemuan itu tanpa memperhatikan apakah siswa sudah saatnya menerima materi berikutnya atau belum. Untuk itu seringkali guru memberikan evaluasi harian yang sifatnya formalitas saja, asal menyampaikan tanpa dijadikan umpan balik untuk perbaikan proses berikutnya.
b. Materi evaluasi terkadang kurang kurang relevan dengan materi yang diberikan pada proses belajar mengajar. Kecenderungan untuk mengambil materi evaluasi dari bang-bang soal dari luar sekolah atau dari soal sebelumnnya tanpa terlebih dahulu direvisi atau disesuaikan dengan materi belajar yang sudah diberikan, memang merupakan cara yang cepat. Namun apabila hal itu tidak dilakukan dengan teliti, bisa jadi akan melemahkan validitas dan reliabilitas soalnya. Suatu soal yang valid pada kelompok siswa sekolah tertentu belum tentu valid untuk sekolah tempat kita mengajar. Tingkat keterampilan siswa, fokus pembelajaran, dan relevansi materi evaluasi seringkali merupakan aspek pokok validitas instrumen.
c. Situasi pelaksanaan evaluasi. Dalam situasi ujian tes tulis di kelas, hasil tes mungkin hanya diketahui oleh yang dites dan gurunya. Sementara itu, dalam tes penampilan di lapangan, hasil tes diketahui oleh semua orang. Semua siswa tahu siapa yang larinya paling lambat, siapa yang skor shootingnya paling rendah, dsb. Keadaan ini sedapat mungkin dihindari oleh para guru Penjas sehingga dapat memelihara kondisi perasaan siswa agar tetap positif.
d. Alokasi waktu pelajaran Penjas di sekolah amat terbatas untuk mengadakan pengetesan. Alokasi waktu pelajaran Penjas rata-rata satu kali perminggu, selama 2 x 45 menit dalam setiap semester (kurang lebih enam bulan) dengan pertemuan sebanyak 12 kali. Pengetesan sering menggunakan waktu yang cukup lama. Untuk melakukan satu butir tes kesegaran jasmani saja, missal tes lari 2,4 km (tes aerobik) diperlukan satu pertemuan bahkan kadang lebih.
e. Masalah lain adalah evaluasi seolah-olah hanya dapat dilakukan oleh ahli statistik, sebab statistik diperlukan untuk pengolahan data. Bila demikian guru harus bekerja ekstra keras, menyisihkan waktu dan mengeluarkan tenaga yang lebih banyak, dan konsentrasi penuh pada evaluasi. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah bagaimana mengurangi masalah tersebut di atas?

4. Isu Jumlah dan Karakteristik Siswa
Guru penjas di SMA/MA sering dihadapkan dengan masalah jumlah siswa yang cukup banyak mulai dari Kelas X sampai Kelas XII, bahkan ditambah dengan siswa dari kelas paralel. Lebih rumit lagi karena yang dipelajari adalah sesuai dengan kemampuan fisik dan perkembangan mental yang berbeda-beda. Guru Penjasorkes harus menangani siswa sebanyak 400 sampai 500 perminggunya.

5. Isu Sarana dan Prasarana Pembelajaran Penjas
Kurangnya sarana dan prasarana pembelajaran penjas merupakan salah satu isu yang cukup merata dan sangat terasa oleh para pelaksana penjas di lapangan. Pada umumnya sekolah-sekolah di Indonesia pada setiap jenjang pendidikannya selalu dihadapkan dengan permasalahan kekurangan sarana dan prasarana ini. Tidak sedikit sekolah di Indonesia, khususnya di daerah perkotaan tidak memiliki tempat atau lahan untuk melakukan aktivitas jasmani, khususnya yang berkaitan dengan olahraga misalnya lapangan. Walaupun ada, jumlahnya tidak proporsional dengan jumlah siswa, seringkali ditambah dengan kualitasnya yang kurang memenuhi tuntutan pembelajaran.
Sarana dan prasarana ini meliputi alat-alat, ruangan, dan lahan untuk melakukan berbagai aktivitas Pendidikan Jasmani, termasuk olahraga. Idealnya sarana dan prasarana ini harus lengkap, tidak hanya yang bersifat standar dengan kualitas yang standar pula, tetapi juga meliputi sarana dan prasarana yang sifatnya modifikasi dari berbagai ukuran dan berat ringannya. Modifikasi ini sangat penting untuk melayani berbagai kebutuhan tingkat perkembangan belajar anak didik di sekolah bersangkutan yang terkadang sangat beragam karakteristik kemampuannya.

6. Isu Keberhasilan Kurikulum Penjas
Keberhasilan kurikulum Pendidikan Jasmani pada setiap jenjang pendidikan sampai saat ini masih dirasakan samar. Ukuran yang digunakan oleh setiap orang dalam menafsirkan keberhasilan program masih bersifat samara dan cenderung bersifat lokal belum menyeluruh sebagaimana tercantum dalam tujuannya. Namun demikian salah satu indikator yang mungkin dapat kita telusuri adalah karakteristik para lulusannya.
Untuk itu kita dapat bercermin pada karakteristik lulusan Pendidikan Jasmani yang dijadikan patokan di beberapa negara maju, misalnya seperti yang dikemukakan oleh NASPE (National Association for Sport and Physical Education, 1992) yang intinya adalah sebagai berikut:
a. Memiliki keterampilan-keterampilan yang penting untuk melakukan bermacam-macam kegiatan fisik.
b. Bugar secara fisik.
c. Berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani.
d. Mengetahui akibat dan manfaat dari keterlibatandalam aktivitas jasmani.
e. Menghargai aktivitas jasmani dan kontribusinya terhadap gaya hidup yang sehat.


I. PENGEMBANGAN SILABUS DAN RPP
1. Pengertian Silabus
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam indikator ketercapaian kompetensi, materi pokok, pengalaman belajar, dan penilaian. Dengan demikian, silabus pada dasarnya menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
a. Kompetensi apa yang harus dicapai siswa yang dirumuskan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok.
b. Bagaimana cara mencapainya, yang dijabarkan dalam pengalaman belajar serta alokasi waktu dan sumber belajar yang diperlukan.
c. Bagaimana mengetahui ketercapaian kompetensi berdasarkan indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai.

2. Pengembangan Silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.
a. Guru
Sebagai tenaga professional yang memiliki tangung jawab langsung terhadap kemajuan belajar siswa, seorang guru diharapkan mampu mengembangkan silabus sesuai dengan kompentensi mengajarnya secara mandiri. Di sisi lain guru lebih mengenal karakteristik siswa dan kondisi sekolah serta lingkungannya.
b. Kelompok Guru
Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan dipergunakan oleh sekolah tersebut
c. Kelompok Kerja Guru (MGMP)
Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah lain melalui forum MGMP untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam lingkup MGMP setempat.
d. Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.
Dalam pengembangan silabus ini sekolah, kelompok kerja guru, atau dinas pendidikan dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, atau unit utama terkait yang ada di Departemen Pendidikan Nasional.

3. Prinsip Pengembangan Silabus
a. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertangungjawabkan secara keilmuan.
b. Relevan
Cakupan, Kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
c. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
d. Konsisten
Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.
e. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapain kompetensi dasar
f. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
g. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik, pendidikan, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. Sementara itu, materi ajar ditentukan berdasarkan dan atau memperhatikan kultur daerah masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak tercerabut dari lingkungannya.
h. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi ( kognitif, afektif, psikomotor)
i. Desentralistik
Pengembangan silabus ini bersifat desentralistik. Maksudnya bahwa kewenangan pengembangan silabus bergantung pada daerah masing-masing, atau bahkan sekolah masing-masing.

4. Tahap-tahap Pengembangan Silabus
a. Perencanaan
Tim yang ditugaskaan untuk menyusun silabus terlebih dahulu perlu mengumpulkan informasi dan mempersiapkan kepustakan atau referensi yang sesuai untuk mengembangkan silabus. Pencarian informasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan perangkat teknologi dan informasi seperti multi media dan internet.
b. Pelaksanaan
Dalam melaksanakan penyusunan silabus perlu memahami semua perangkat yang berhubungan dengan penyusunan silabus, seperti Standar Isi yang berhubungan dengan mata pelajaran yang bersangkutan dan Standar Kompetensi Lulusan serta Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan.
c. Perbaikan
Buram silabus perlu dikaji ulang sebelum digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Pengkajian dapat terdiri atas para spesialis kurikulum, ahli mata pelajaran, ahli didaktik-metodik, ahli penilaian, psikolog, guru/instruktur, kepala sekolah, pengawas, staf profesional dinas pendidikan, perwakilan orang tua siswa, dan siswa itu sendiri.
d. Pemantapan
Masukan dari pengkajian ulang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki buram awal. Apabila telah memenuhi kriteria dengan cukup baik dpat segera disampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan komunitas sekolah lainnya.
e. Penilaian Silabus
Penilaian pelaksanaan silabus perlu dilakukan secara berkala dengan mengunakaan model-model penilaian kurikulum.



5. Komponen-komponen Silabus
Silabus memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen berikut ini :
a. Identitas Silabus
b. Standar Kompentensi
c. Kompetensi Dasar
d. Materi Pokok/Pembelajaran
e. Kegiatan Belajar Mengajar
f. Indikator
g. Penilaian
h. Alokasi Waktu
i. Sumber Belajar

6. Langkah-langkah Pengembangan Silabus
a. Mengisi Identitas
Identitas adalah sesuatu yang akan diuraikan atau penanda silabus, seperti nama sekolah, mata pelajaran, kelas/jurusan, dan semester. Identitas silabus ditulis di atas matriks silabus.

b. Menentukan Standar Kompentensi
Standar Kompetensi adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap tingkat dan atau semester untuk mata pelajaran tertentu. Standar Kompetensi yang dipilih atau digunakan sesuai dengan yang terdapat dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran.
Sebelum menentukan atau memilih Standar Kompetensi, penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut :
(1) urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi.
(2) keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
(3) keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
(4) menuliskan Standar Kompetensi di dalam kolom matriks silabus yang tersedia.
c. Menentukan Kompentensi Dasar
Kompetensi Dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan untuk menyusun indikator kompetensi. Kompetensi dasar yang digunakan atau dipilih sesuai dengan yang tercantum dalam Standar Kompetensi dan Kompetesi Dasar Mata Pelajaran.
Sebelum menentukan atau memilih Kompetensi Dasar, penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
(1) urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi;
(2) keterkaitan antarstandar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran ;
(3) keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran,

d. Mengidentifikasi Materi Pokok
Dalam mengidentifikasi materi pokok harus dipertimbangkan:
(1) Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik
(2) Kebermanfaatan bagi peserta didik
(3) Struktur keilmuan
(4) Kedalaman dan keluasan materi
(5) Relevansi dengan kebutuhan peseta didik dan tuntutan lingkungan
(6) Alokasi waktu

Selain itu juga harus diperhatikan:
(1) Kesahihan (validity): materi memang benar-benar teruji kebenaran dan kesahihannya.
(2) Tingkat kepentingan (Significance): materi yang diajarkan memang benar-benar diperlukan oleh siswa.
(3) Kebermanfaatan (utility) : materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang berikutnya.
(4) Layak dipelajari (learnability): materi layak dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat.
(5) Menarik minat (interest) : materinya menarik minat siswa dan memotivasinya untuk mempelajari lebih lanjut.
(6) Menuliskan materi pokok yang sudah teridentifikasi di dalam kolom matriks silabus yang tersedia.

e. Mengembangkan Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar adalah kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan bahan ajar. Kriteria mengembangkan pengalaman belajar sebagai berikut :
(1) Pengalaman belajar disusun bertujuan untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar mereka dapat bekerja dan melaksanakan proses pembelajaran secara propesional sesuai dengan tuntutan kurikulum.
(2) Pengalaman belajar disusun berdasarkan atas satu tuntutan kompetensi dasar secara utuh.
(3) Pengalaman belajar memuat rangkaian kegiatan yan harus dilakukan oleh siswa secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
(4) Pengalaman belajar berpusat pada siswa (student centered). Guru harus selalu berfikir kegiatan apa yang bisa dilakukan agar siswa memiliki kompetensi yang telah di tetapkan.
(5) Materi (content) pengalaman belajar dapat berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan.
(6) Perumusan pengalaman belajar harus jelas materi/konten yang ingin dikuasai siswa.
(7) Penentuan urutan langkah pembelajaran sangat penting artinya bagi materi-materi yang memerlukan prasyarat tertentu.
(8) Pendekatan pembelajaran yang di gunakan bersifat spiral (mudah ke sukar; konkret ke abstrak; dekat ke jauh) dan juga memerlukan urutan pembelajaran yang berstruktur.
(9) Rumusan pernyataan dalam pengalaman belajar minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.


Dalam memilih kegiatan siswa mempertimbangkan hal sebagai berikut:
(1) Memberikan peluang bagi siswa untuk mencari, mengolah dan menemukan sendiri pengetahuan, di bawah bimbingan guru.
(2) Mencerminkan ciri khas dalam pegembangan kemapuan mata pelajaran.
(3) Disesuaikan dengan kemampuan siswa, sumber belajar dan sarana yang tersedia
(4) Bervariasi dengan mengkombinasikan kegiatan individu/perorangan, berpasangan, kelompok dan klasikal.
(5) Memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual siswa seperti: bakat, minat, kemampuan, latar belakang keluarga, sosial-ekomomi dan budaya serta masalah khusus yang dihadapi siswa yang bersangkutan.
(6) Mencantumkan pengalaman belajar siswa yang diskenariokan guru di dalam kolom matriks silabus yang tersedia.

f. Merumuskan Indikator
Indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang nenunjuk tanda-tanda, perbuatan dan atau respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik. Indikator dirumuskan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik dan dirumuskan dalam kata kerja operasioanl yang terukur dan atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar dalam menyusun alat penilaian.
Kriteria indikator sebagai berikut.
(1) Sesuai tingkat perkembangan berfikir siswa.
(2) Berkaitan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
(3) Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (Life Skills).
(4) Harus dapat menunjukan pencapaian hasil belajar siswa secara utuh (kognitif, afektif dan psikomotor).
(5) Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan.
(6) Dapat diukur / dapat dikuantifikasi.
(7) Memperhatikan ketercapaian standar lulusan secara nasional.
(8) Berisi kata kerja operasional.
(9) Tidak boleh mengandung pengertian ganda (ambigu).
(10) Menuliskan indikator yang sudah ditentukan ke dalam kolom matriks silabus yang sudah tersedia.

g. Menetukan Alokasi waktu
Alokasi waktu adalah waktu yang dibutuhkan untuk ketercapaian satu Kompetensi dasar, dengan memperhatikan:
(1) Minggu efektif per semester
(2) Alokasi waktu mata pelajaran
(3) Jumlah kompetensi per semester.
(4) Jumlah waktu yang diperlukan untuk ketercapaian suatu Standar Kompetensi adan atau Kompetensi dasar dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia.

h. Menetukan Sumber /Fasilitas/Alat
(1) Sumber
Merupakan rujukan, referensi atau literatur yang digunakan dalam menyusun silabus atau pembelajaran.
(2) Fasilitas
Fasilitas adalah sesuatu yang diperlukan dalam proses pembelajaran yang sifatnya menetap seperti: lapangan, ruang senam, kolam
(3) Alat
Alat adalah segala sesuatu yang digunakan pembelajaran yang sifatnya mudah dipindahkan, misalnya: bola, net, satelkok, matras, boks senam, simpai, tongkat, pita. Sumber /fasilitas/alat ini dicantumkan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia.

i. Penentuan Penilaian
Di dalam kegiatan penilaian ini terdapat tiga komponen penting, yang meliputi: (a) teknik penilaian, (b) bentuk instrumen, dan (c) contoh instrumen.


7. Metode Penilaian
a. Teknik Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Adapun yang dimaksud dengan teknik penilaian adalah cara-cara yang ditenmpuh untuk memperoleh informasi mengenai proses dan produk yang dihasilkan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam rangka penilaian ini, yang secara garis besar dapat dikategorikan sebagai teknik tes dan teknik nontes.
Teknik tes merupakan cara untuk memperoleh informasi melalui pertanyaan yang memerlukan jawaban betul atau salah, sedangkan teknik nontes adalah suatu cara untuk memperoleh informasi melalui pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban betul atau salah.
Untuk melaksanakan teknik penilaian diperlukan adanya berbagai kriteria berikut ini.
(1) Penulisan jenis penilaian harus disertai dengan aspek-aspek yang akan dinilai sehingga memudahkan dalam pembuatan soal-soalnya.
(2) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator.
(3) Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan siswa setelah siswa mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
(4) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.
(5) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindakan perbaikan, berupa program remedi. Apabila siswa belum menguasai suatu kompetensi dasar, ia harus mengikuti proses pembelajaran lagi, sedang bila telah menguasai kompetensi dasar, ia diberi tugas pengayaan.
(6) Siswa yang telah menguasai semua atau hampir semua kompetensi dasar dapat diberi tugas untuk mempelajari kompetensi dasar berikutnya.
(7) Dalam sistem penilaian berkelanjutan, guru harus membuat kisi-kisi penilaian dan rancangan penilaian secara menyeluruh untuk satu semester dengan menggunakan teknik penilaian yang tepat.
(8) Penilaian dilakukan untuk menyeimbangkan berbagai aspek pembelajaran: kognitif, afektif dan psikomotorik dengan menggunakan berbagai model penilaian, formal dan tidak formal secara berkesinambungan.
(9) Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan pelajaran dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik.
(10) Penilaian merupakan proses identifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan hasil belajar siswa.
(11) Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi, Kompetensi dasar dan indikator dengan demikian hasil akan memberikan gambaran mengenai perkembangan pencapaian kompetensi.
(12) Penilaian dilakukan secara berkelanjutan ( direncanakan dan dilakukan terus menerus) guna mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan penguasaan kompetensi oleh siswa, baik sebagai efek langsung (main effect) maupun efek pengiring (nurturant effect) dari proses pembelajarn.
(13) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

b. Bentuk Penilaian
Bentuk instrumen yang dapat dikembangkan dapat meliputi instrumen-instrumen yang erat terkait dengan jenis tes. Oleh karena itu, bentuk instrumen dapat dibedakan menjadi:
1) Instrumen Tes, dapat berbentuk: esai/uraian, objektif, isian, menjodohkan, unjuk kerja
2) Instrumen Nontes, dapat berupa: lembar observasi, penugasan, kuesioner,
Penentuan dan pencantuman bentuk instrumen ini dapat diperhatikan jenis tes apa yang akan digunakan. Sesudah penentuan instrumen tes telah dipandang tepat, selanjutnya instrumen tes itu dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia.

c. Contoh Penilaian
Instrumen yang sudah tersusun, selanjutnya diberikan contoh yang dapat dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Namun, apabila dipandang hal itu menyu¬lit¬kan karena kolom yang tersedia tidak mencukupi, selanjutnya bentuk instrumen penilaian diletakkan di dalam lampiran.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, selanjutnya keseluruhan komponen yang semestinya terdapat di dalam suatu silabus mata pelajaran dapat dilihat di bawah ini.

8. Pengembangan Silabus Berkelanjutan
Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru.
Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran) dan evaluasi rencana pembelajaran.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, silabus harus dijabarkan lebih operasional dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Berikut ini contoh format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran beserta penjelasannya.


Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terlampir

1. Mencantumkan identitas
• Nama sekolah
• Mata Pelajaran
• Kelas/Semester
• Standar Kompetensi
• Kompetensi Dasar
• Indikator
• Alokasi Waktu
Catatan:
o RPP disusun untuk satu Kompetensi Dasar.
o Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator dikutip dari silabus.
o Alokasi waktu diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi dasar yang bersangkutan, yang dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan. Oleh karena itu, waktu untuk mencapai suatu kompetensi dasar dapat diperhitungkan dalam satu atau beberapa kali pertemuan bergantung pada karakteristik kompetensi dasarnya.

2. Mencantumkan Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran berisi penguasaan kompetensi yang operasional yang ditargetkan/dicapai dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang operasional dari kompetensi dasar. Apabila rumusan kompetensi dasar sudah operasional, rumusan tersebutlah yang dijadikan dasar dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat terdiri atas sebuah tujuan atau beberapa tujuan.

3. Mencantumkan Materi Pembelajaran
Materi ajar adalah materi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Materi ajar dikembangkan dengan mengacu pada materi pokok yang ada dalam silabus.

4. Mencantumkan Metode
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan/atau strategi yang dipilih.

5. Mencantumkan Langkah-langkah Kegiatan
Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Akan tetapi, dimungkinkan dalam seluruh rangkaian kegiatan, sesuai dengan karakteristik model yang dipilih, menggunakan urutan sintaks sesuai dengan modelnya. Oleh karena itu, kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup tidak harus ada dalam setiap pertemuan.

6. Mencantumkan Sumber Belajar
Pemilihan alat dan sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus dan dituliskan secara lebih operasional. Misalnya, sumber belajar dalam silabus dituliskan buku teks, dalam RPP harus dicantumkan judul buku teks tersebut, pengarang, dan halaman yang diacu.

7. Mencantumkan Penilaian
Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data. Apabila penilaian menggunakan teknik tes tertulis uraian, tes unjuk kerja, dan tugas rumah yang berupa proyek harus disertai rubrik penilaian.


Bandung, 24 Desember 2007




Drs. MUHAJIR, M.Ed
Penyusun